10 Pulau Enggano Sekarat: 4 Bulan Warga Terisolasi, Anak-anak Terancam Putus Sekolah, Ekonomi Hancur Regional

10
                    
                        Pulau Enggano Sekarat: 4 Bulan Warga Terisolasi, Anak-anak Terancam Putus Sekolah, Ekonomi Hancur
                        Regional

Pulau Enggano Sekarat: 4 Bulan Warga Terisolasi, Anak-anak Terancam Putus Sekolah, Ekonomi Hancur
Tim Redaksi
BENGKULU, KOMPAS.com – 
“Mungkin pisang tak semahal nikel, sehingga pemerintah pusat tak begitu pedulikan Pulau Enggano dibanding eksploitasi nikel seperti di Papua,” keluh Iwan, salah seorang warga Pulau Enggano, Bengkulu.
Selama empat bulan terakhir, hasil panen pisangnya membusuk dan tak terjual akibat tidak adanya kapal angkutan ke luar pulau.
 
Kondisi ini terjadi karena krisis transportasi di Pelabuhan Pulau Baai, Bengkulu.
Ratusan tandan pisang milik Iwan kini membusuk di ladang. Pisang menjadi satu-satunya sumber penghasilan Iwan untuk menafkahi istri dan tiga anaknya.
Namun karena tidak ada kapal yang mengangkut hasil panen, ia kehilangan penghasilan sepenuhnya.
“Biaya kuliah, sekolah anak-anak di Kota Bengkulu jadi macet. Saya biasa kirim uang Rp 300.000 untuk dua minggu. Kini sudah tidak bisa. Anak saya sudah mengeluh, saya cuma bilang sabar, pisang belum laku. Bapak sama Ibu belum punya uang,” kata Iwan dalam rilis yang dikirim oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Bengkulu kepada Kompas.com, Minggu (22/6/2025).
Menurutnya, sejak kapal ferry Pulo Tello berhenti beroperasi, sempat ada beberapa kapal milik tauke pisang dari Kota Bengkulu. Namun harga jual yang ditawarkan sangat rendah.
Karena itulah, Iwan dan ratusan petani lainnya membiarkan pisang mereka membusuk di kebun.
Untuk bertahan hidup, Iwan kini bekerja serabutan, mulai dari kuli proyek jalan desa hingga melaut.
“Mungkin pisang bagi sebagian orang hasil kebun biasa. Namun bagi kami, inilah cara menghidupi anak dan istri. Empat bulan waktu yang panjang menunggu kapal. Kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi dengan uang, kini kami tak bisa lagi,” ujarnya.
Iwan menyebut, andai saja kapal pengangkut berjalan lancar, kehidupan warga di pulau tak akan sesulit ini.
Anak-anak mereka yang sekolah di luar pulau menjadi korban karena orangtua tak bisa lagi mengirimkan uang.
“Kami cuma pesan anak-anak hemat uang karena tidak tahu kapan situasi akan normal,” tambahnya.
Di luar masalah ekonomi, warga Enggano juga mengalami kesulitan saat harus mengirimkan pasien dengan kondisi berat ke luar pulau.
Pesawat selalu penuh, sementara kapal laut harus berlabuh cukup jauh dari pantai.
Belum lama ini, seorang warga dilaporkan tak sadarkan diri selama delapan jam dan harus dievakuasi ke luar pulau menggunakan kapal laut, menempuh perjalanan selama 12 jam.
Sebanyak 4.000 warga Pulau Enggano kini dirundung kesulitan ekonomi, krisis kesehatan, serta tantangan akses pendidikan.
Mereka berharap agar Pelabuhan Pulau Baai bisa segera kembali normal.
“Pengabaian yang dilakukan pemerintah atas nasib warga Pulau Enggano adalah tindakan yang tak patut dimaafkan. Mungkin benar, andai Enggano punya tambang emas, nikel, bisa jadi pulau ini akan cepat diselamatkan,” ujar Ketua AMAN Bengkulu, Fahmi Arisandi.
Sebelumnya diberitakan, sejak delapan bulan terakhir, Pelabuhan Pulau Baai, Kota Bengkulu, mengalami pendangkalan. Hal ini menyebabkan kapal dari dan menuju Pulau Enggano-Bengkulu menjadi terhambat.
Kapal tak mampu sandar ke dermaga dan terpaksa menurunkan penumpang di tengah laut.
Dari tengah laut penumpang dilansir menggunakan kapal kecil ke dermaga.
Layanan hanya bisa maksimal untuk penumpang, sementara untuk angkutan hasil bumi tak bisa dilayani.
Hal ini membuat masyarakat Enggano sengsara karena terisolasi selama empat bulan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.