PIKIRAN RAKYAT – Jutaan warga Palestina di Gaza tengah menghadapi krisis kebutuhan dasar. Hal ini imbas blokade bantuan yang dilakukan Israel penjajah sejak 2 Maret 2025.
Pada akhir Mei, Israel telah mengizinkan sejumlah kecil truk bantuan memasuki Gaza. Hanya, jumlah bantuan tersebut jauh dari yang dibutuhkan oleh para penduduk di Gaza.
Dunia internasional termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah berulang kali mengajukan pendistribusian bantuan. Tetapi Israel tetap menutup pintu-pintu perbatasan di Gaza.
Israel yang dibantu Amerika Serikat (AS) melakukan proses distribusi bantuan ke Gaza dengan cara mereka sendiri. Namun, proses distribusi tersebut dinilai kacau dan dianggap sebagai ‘perangkap maut’.
Pasalnya, Israel melakukan serangan demi serangan ke warga Palestina di titik-titik distribusi bantuan. Berdasarkan data otoritas setempat, lebih dari 400 orang meninggal dunia saat berada di titik distribusi tersebut.
Soal mekanisme ‘mematikan’ dalam pendistribusian bantuan ke Gaza, Komisaris jenderal badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA), Philippe Lazzarini mengutuk hal keji tersebut.
Dia menilai nyawa orang-orang Palestina telah sangat tidak dihargai oleh Israel penjajah. Padahal, lebih dari 2 juta orang di Gaza dalam kondisi kelaparan dan harus segera mendapatkan bantuan.
“Sekarang sudah menjadi rutinitas untuk menembak dan membunuh orang-orang yang putus asa dan kelaparan saat mereka mencoba mengumpulkan sedikit makanan dari perusahaan yang terdiri dari tentara bayaran,” katanya dilaporkan Middle East Eye.
PBB dan organisasi-organisasi bantuan menuduh Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF) yang didukung AS dan Israel, yang mempekerjakan pekerja keamanan dan logistik swasta Amerika, melakukan militerisasi bantuan kemanusiaan .
“Sistem yang lumpuh, kuno dan mematikan yang dengan sengaja menyakiti orang-orang dengan kedok ‘bantuan kemanusiaan’ dengan Kebohongan, Penipuan, Kekejaman,” kata kepala UNRWA lebih lanjut.
“Mengundang orang yang kelaparan ke kematian mereka adalah kejahatan perang. Mereka yang bertanggung jawab atas sistem ini harus bertanggung jawab. Ini adalah aib dan noda pada kesadaran kolektif kita,” tuturnya.
Dia mendesak agar pendistribusian bantuan harus berdasarkan prinsip-prinsip kemanusiaan. Dia juga mendesak agar ahli-ahli dalam berbagai bidang harus diizinkan masuk ke Gaza untuk memberikan bantuan.
Sejak GHF meluncurkan operasinya tiga minggu lalu, koresponden MEE yang berbasis di Gaza telah melaporkan bahwa sedikitnya 420 warga Palestina telah tewas dan lebih dari 3.000 lainnya terluka oleh tembakan Israel di dekat tiga lokasi distribusi bantuan di Gaza tengah dan selatan.
“Anda pergi ke sana untuk mendapatkan makanan, tetapi Anda tidak pernah tahu apakah Anda akan berhasil kembali,” kata seorang warga Palestina di Gaza kepada MEE minggu ini, menggambarkan pusat GHF sebagai ‘tempat eksekusi’.
Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza mencatat hanya dalam 24 jam terakhir, lebih dari 140 orang tewas, banyak dari mereka tewas di lokasi bantuan. Jumlah korban tewas menjadi lebih dari 55.630 sejak 7 Oktober 2023.***
