Musamus menjadi lambang bahwa keberhasilan bukan hasil kerja satu tangan, melainkan hasil perjuangan kolektif yang terus-menerus, bahkan dalam sunyi.Seiring berjalannya waktu, musamus tidak hanya menjadi simbol lokal yang hidup dalam narasi-narasi adat dan cerita rakyat, tetapi juga telah diangkat menjadi ikon resmi Kabupaten Merauke.
Replika musamus dibangun di berbagai tempat strategis sebagai penanda identitas kultural daerah, mulai dari bundaran kota hingga taman-taman publik. Tidak sedikit pula karya seni, motif batik Papua, hingga souvenir khas Merauke yang mengambil inspirasi dari bentuk musamus.
Ini menunjukkan bagaimana suatu elemen alami dapat diberdayakan menjadi simbol budaya yang mendalam dan membanggakan, bahkan dalam dunia modern yang serba cepat dan terputus dari alam.
Kehadiran musamus menjadi pengingat yang konstan akan hubungan manusia dengan lingkungannya, akan pentingnya belajar dari kebijaksanaan alam yang diam-diam menyimpan pelajaran hidup yang lebih besar daripada yang kita bayangkan. Dalam perspektif masyarakat Merauke, menjaga musamus berarti juga menjaga jati diri, warisan leluhur, dan prinsip hidup yang tak lekang oleh zaman.
Namun, musamus dan keberadaannya kini menghadapi tantangan baru yang datang dari perkembangan wilayah dan ekspansi pembangunan yang tidak selalu memperhatikan keberlanjutan lingkungan. Pembukaan lahan secara besar-besaran, pembangunan infrastruktur, serta perubahan pola hidup masyarakat urbanisasi dapat mengancam keberlangsungan habitat rayap pembuat musamus.
Ironisnya, di saat musamus diangkat sebagai simbol kebanggaan daerah, di saat yang sama habitat aslinya mulai menyusut. Ancaman ini bukan hanya soal kelestarian lingkungan, tetapi juga soal bagaimana masyarakat Merauke dan generasi muda memandang nilai-nilai lokal mereka di tengah arus budaya luar yang terus berdatangan.
Apakah musamus akan tetap menjadi simbol hidup yang dinamis, atau hanya akan menjadi artefak statis yang terpajang di pinggir jalan tanpa makna yang dipahami? Untuk itu, pelestarian musamus tidak cukup hanya dalam bentuk simbolik, tetapi juga memerlukan pendekatan edukatif, ekologis, dan budaya yang saling terintegrasi.
Musamus ini, dalam segala kesederhanaannya, mengajarkan kita tentang keuletan, tentang kolaborasi, dan tentang bagaimana makhluk kecil sekalipun bisa membangun sesuatu yang monumental jika dilakukan bersama dan penuh ketekunan. Ia adalah karya alam yang menjelma menjadi narasi budaya, yang tidak hanya memikat para peneliti dan pecinta alam, tetapi juga menyentuh nurani masyarakat Merauke sendiri untuk terus menjaga dan merayakan identitas mereka.
Dalam dunia yang sering kali terpesona oleh kemegahan buatan manusia, musamus hadir sebagai pengingat bahwa kebesaran sejati bisa lahir dari sesuatu yang kecil, alami, dan penuh makna.
Maka, ketika kita melihat musamus, marilah kita melihat lebih dari sekadar sarang rayap lihatlah semangat hidup masyarakat yang membangunnya, warisan nilai yang melekat padanya, dan harapan masa depan yang terkandung dalam tanah merahnya.
Penulis: Belvana Fasya Saad