Jakarta, Beritasatu.com – Satuan Tugas (Satgas) Pangan Mabes Polri mengonfirmasi bahwa informasi mengenai keluarnya 11.410 ton beras dari Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) pada 28 Mei 2025 tidak valid alias keliru.
Temuan ini merespons pernyataan Ketua Koperasi Pasar Induk Cipinang (KKPIBC) Zulkifli Rasyid, yang sebelumnya menarasikan adanya kelangkaan beras medium di pasar tersebut.
Klaim tersebut juga dikaitkan dengan temuan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, yang mencurigai adanya lonjakan pengeluaran beras pada tanggal tersebut jauh di atas rata-rata harian.
Selama lima tahun terakhir, pengeluaran beras di PIBC berkisar antara 2.000-4.000 ton per hari, tetapi tiba-tiba tercatat mencapai 11.410 ton hanya dalam satu hari.
Namun setelah dilakukan investigasi lapangan oleh Satgas Pangan yang dipimpin Brigjen Pol Djoko Prihadi dan Brigjen Pol Kurniawan Affandi pada Rabu (4/6/2025), ditemukan bahwa angka 11.410 ton tersebut bukan berdasarkan pencatatan riil.
“Angka itu berasal dari penghitungan selisih stok akhir tanggal 27 Mei (55.853 ton) ditambah pemasukan (2.108 ton), kemudian dikurangi hasil stok opname tanggal 28 Mei (46.551 ton). Itu bukan data riil pengeluaran,” jelas Brigjen Kurniawan.
Lebih lanjut, pengeluaran beras yang terverifikasi secara aktual pada tanggal 28 Mei hanya sebesar 2.368 ton.
“Jadi bukan 11.410 ton seperti yang ditampilkan di panel informasi. Itu tidak benar,” tegas Brigjen Djoko.
Sebelumnya, Menteri Pertanian Amran Sulaiman juga menyampaikan dugaan manipulasi data stok beras di PBIC, yang terjadi menjelang pengumuman data stok nasional oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Menurut Amran, data dari PBIC menunjukkan kejanggalan karena terdapat lonjakan satu hari yang tidak pernah terjadi selama lima tahun terakhir, bertepatan dengan momen penting pengumuman data nasional.
“Biasanya yang keluar 1.000 sampai 3.500 ton. Namun, saat itu tercatat 11.000 ton dalam satu hari. Ini saat BPS mau mengumumkan data nasional,” ungkap Amran dari kediamannya di Kalibata.
Amran juga menambahkan bahwa anomali data ini terjadi ketika harga gabah dan beras di tingkat petani turun, tetapi harga eceran justru naik, yang mengindikasikan adanya permainan data dan potensi spekulasi pasar.
