Kopi Lelet Rembang, Warisan Budaya dari Masa Kolonial yang Tetap Lestari

Kopi Lelet Rembang, Warisan Budaya dari Masa Kolonial yang Tetap Lestari

Liputan6.com, Rembang – Kopi lelet merupakan minuman khas Rembang yang memiliki keunikan tersendiri. Ciri khas utama minuman ini terletak pada tradisi mengoleskan ampas kopi ke batang rokok, suatu kebiasaan yang membedakannya dari jenis kopi lainnya.

Mengutip dari berbagai sumber sejarah, tradisi kopi lelet berawal dari kebiasaan para pekerja galangan kapal di Desa Dasun, Kecamatan Lasem, sekitar tahun 1930-an. Pada masa itu, galangan kapal milik Berendsen menjadi pusat kegiatan ekonomi yang cukup ramai.

Samping galangan kapal tersebut, tepatnya di Desa Gedongmulyo, terdapat banyak warung kopi yang berfungsi sebagai tempat istirahat para buruh setelah bekerja. Para pekerja tersebut memiliki kebiasaan meminum kopi hitam pekat, kemudian mengoleskan ampasnya ke rokok menggunakan jari tangan, suatu teknik yang disebut sedulit.

Awalnya, kebiasaan ini bertujuan untuk memperpanjang masa pakai rokok. Akan tetapi seiring waktu, aktivitas tersebut berkembang menjadi tradisi yang mengakar kuat dalam masyarakat.

Berawal dari metode awal menggunakan jari (sedulit), masyarakat kemudian beralih menggunakan berbagai alat seperti sendok, lidi, atau benang untuk membuat pola pada batang rokok. Perkembangan teknik ini melahirkan istilah baru yaitu kopi lelet.

Seni mengoles ampas kopi tersebut terus berkembang dengan munculnya berbagai motif yang semakin beragam dan estetis. Ketika masa pendudukan Jepang tahun 1942, galangan kapal Berendsen sengaja dibakar untuk mencegah pengambilalihan oleh pihak asing.

Proses pembuatan kopi lelet dimulai dengan pemilihan biji kopi berkualitas yang disangrai hingga berwarna hitam. Biji kopi tersebut kemudian digiling hingga tujuh kali untuk mendapatkan tekstur ampas yang sangat halus.