Jakarta, Beritasatu.com – Kebijakan efisiensi anggaran yang dilakukan Pemerintah disebut sebagai salah satu tantangan pertumbuhan ekonomi di Tanah Air. Adapun, kebijakan tersebut telah berlangsung sejak awal 2025.
Ekonom sekaligus Direktur Pengembangan Big Data Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengungkapkan, pemerintah pada tahun ini menargetkan pertumbuhan ekonomi pada kisaran 5,2% secara year on year (yoy).
Sedangkan, pada tahun depan berdasarkan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2026, pertumbuhan ditargetkan direntang 5,2% hingga 5,8%.
Menurut Eko, hal tersebut dapat dicapai, dengan catatan terdapat beberapa kebijakan perlu dievaluasi. Salah satunya melonggarkan kebijakan efisiensi anggaran di tingkat kementerian/lembaga.
“Harusnya pemerintah itu kalau efektif kebijakannya bisa untuk mengoptimalkan perekonomian di atas 5%. Salah satu yang mungkin menjadi titik evaluatif ya di dalam KEM-PPKF 2026 adalah efisiensi yang berlebihan yang dilakukan sejak awal tahun ini begitu,” papar Eko dalam webinar Indef, dikutip Jumat (30/5/2025).
Menurut Eko, kebijakan efisiensi anggaran ini cenderung terlalu berlebihan. Efisiensi nyatanya bukannya meningkatkan produktivitas baik di birokrasi, melainkan mendilusi dari potensial growth ekonomi domestik.
Sebagai contoh, sektor perhotelan saat ini paling terdampak dari adanya kebijakan efisiensi anggaran. Diketahui, rapat kerja atau kegiatan seremonial kementerian/lembaga, kerap dilakukan di hotel.
Dengan demikian, kebijakan tersebut sangat berdampak terhadap kegiatan operasional bisnis perhotelan.
“Banyak sektor-sektor yang kemudian collapse, terbawa oleh nuansa belanja hemat ala kementerian itu, tidak ada rapat di hotel, tidak ada kegiatan-gegiatan ke daerah, yang mungkin pada aspek lain memang harus kita evaluasi,” beber Eko.
Apabila pemerintah menghiraukan dan tidak mengambil kebijakan yang dapat mengubah keadaan, maka ekonomi Indonesia berada di bawah 5%, seperti yang diramal oleh beberapa lembaga internasional, seperti World Bank, International Monetary Fund (IMF), hingga Organisation for Economic Co-operation and Development atau OECD.
“Wajar kalau IMF, World Bank, ataupun OECD cukup pesimistis sebetulnya. Kalau kita lihat pada 2025-2026 itu mereka memproyeksikan ekonomi kita hanya tumbuh 4,7%,” pungkasnya.
