Dugaan Mafia Tanah Bermain dalam Konflik Lahan Lippo Group di Kemang
Editor
JAKARTA, KOMPAS.com –
Ketegangan antara pemilik lahan dan kelompok pendatang kembali mencuat di Jakarta Selatan, kali ini menyasar lahan milik Lippo Group di Jalan Kemang Raya.
Bentrokan yang terjadi pada Rabu (30/4/2025) pagi itu menambah daftar panjang persoalan agraria yang tak kunjung tuntas di tengah kota metropolitan.
Lippo Group menyebut kelompok yang menduduki lahan bukanlah ahli waris seperti yang diklaim, melainkan preman bayaran yang secara sistematis berusaha merebut aset milik sah perusahaan.
Klaim ini bukan tanpa alasan. Sejak Maret 2025, kelompok tersebut mulai menempati lahan yang terdiri dari tiga bangunan, meskipun Lippo telah mengantongi Sertifikat Kepemilikan Tanah (SKT) sejak tahun 2014.
“Enggak ada ahli waris di sana. Itu preman semua,” ujar Direktur Eksternal Lippo Group, Danang Kemayan Jati, saat dihubungi pada Jumat (2/5/2025).
“Intinya, kami punya sertifikat resmi sejak 2014. Sudah sebelas tahun lahan itu jadi milik kami,” tambahnya.
Saat bentrokan terjadi, kuasa hukum Lippo Group sempat mencoba melakukan negosiasi.
Bahkan, pihak perusahaan menawarkan kompensasi agar para penghuni ilegal bersedia meninggalkan lokasi secara damai.
Namun, tawaran itu ditolak mentah-mentah. Diduga ada kelompok yang sengaja untuk menciptakan konflik dan menciptakan dasar klaim baru atas tanah.
“Kami sudah tawarkan kompensasi, tapi mereka tetap tidak mau pergi. Kami enggak tahu siapa yang menyuruh mereka. Bisa saja dari mafia tanah. Mafia bisa saja menyuruh orang mengaku sebagai ahli waris,” ungkap Danang.
Bentrokan pecah saat perwakilan perusahaan mendatangi lokasi dan dihadang oleh kelompok yang sudah lebih dulu menduduki area tersebut.
Kapolsek Mampang Prapatan, Komisaris Aba Wahid Key, menyatakan, kuasa hukum Lippo dilempari batu oleh kelompok tersebut hingga terjadi kericuhan.
“(Kuasa hukum pemilik lahan) dihalangi oleh sekelompok orang yang menempati lahan dan mengaku sebagai ahli waris, lalu melempar batu ke arah luar. Akibatnya terjadi saling lempar,” kata Aba.
Polres Metro Jakarta Selatan menetapkan 10 orang sebagai tersangka dari total 27 yang diperiksa.
Penyelidikan awal menunjukkan bahwa kelompok tersebut tidak bertindak secara spontan.
Sementara itu, Kanit Kriminal Umum Polres Metro Jakarta Selatan, AKP Igo Fazar Akbar menyatakan, para tersangka diduga adalah orang bayaran.
“Sepuluh orang yang ditetapkan sebagai tersangka berasal dari kelompok yang mengaku memiliki legalitas atau sertifikat lahan. Tapi dari hasil penyelidikan, mereka diduga orang bayaran,” ujar Igo.
Kisruh ini menambah daftar panjang konflik agraria di Jakarta, di mana tumpang tindih sertifikat, klaim warisan, dan aksi premanisme sering menjadi alat perebutan lahan.
(Reporter: Hanifah Salsabila | Editor: Larissa Huda)
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Dugaan Mafia Tanah Bermain dalam Konflik Lahan Lippo Group di Kemang Megapolitan 3 Mei 2025
/data/photo/2025/04/30/6811fd12c6086.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)