TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan (F-PDIP), Sofwan Dedy Ardyanto mengungkap adanya dugaan pelanggaran Standar Pelayanan Minimal (SPM) jalan tol oleh Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT).
Ia menduga ada upaya menutup-nutupi informasi publik terkait evaluasi SPM.
“Sejak RDP (Rapat Dengar Pendapat) dengan BPJT pada tanggal 19 Februari 2025, saya sudah membaca gelagat ada yang tidak beres dengan tata kelola jalan tol,” kata Sofwan Dedy Ardyanto, Sabtu (3/5/2025).
Dugaan Sofwan muncul dari temuan bahwa BPJT tidak mengunggah hasil evaluasi SPM Jalan Tol ke laman resmi mereka.
Padahal Pasal 51A ayat (6) UU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Jalan menyatakan bahwa hasil evaluasi SPM Jalan Tol sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan informasi publik.
Dalam RDP pada bulan Februari lalu, Sofwan menyatakan dirinya bahkan menunjukkan langsung kepada pihak BPJT dan BUJT (Badan Usaha Jalan Tol) bahwa laman evaluasi di situs BPJT kosong.
“Website BPJT yang memuat halaman hasil evaluasi SPM tersebut kosong. Tidak ada satupun dokumen hasil evaluasi SPM yang di-upload,” tuturnya.
“Padahal UU dan PP menyatakan dokumen tersebut merupakan informasi publik, yang bisa diakses oleh siapapun,” lanjut Sofwan.
Sepekan dari RDP bersama Komisi V DPR itu, website BUJT disebut malah tidak bisa diakses hingga saat ini.
Ketika hal tersebut dikonfirmasi kepada perwakilan BPJT yang hadir dalam kegiatan kunjungan spesifik Komisi V DPR ke Tol Ciawi Bogor pada 27 Februari 2025, Sofwan menilai, jawabannya kurang memuaskan.
“Sangat tidak masuk akal, pegawai BPJT menjawab bahwa website mereka terpaksa tidak dapat diakses untuk sementara karena alasan efisiesi anggaran,” ungkapnya.
Dua bulan kemudian, menurut Sofwan, halaman website BPJT masih tidak bisa diakses.
Hal itu turut disinggungnya dalam forum Rapat Kerja Komisi V DPR dengan Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo pada 30 April 2025.
“Pak Menteri, apakah sesulit itu mengaktifkan website resmi BPJT. Atau jangan-jangan ada kecurangan yang disembunyikan? Saya ingatkan bahwa ini sudah melanggar UU dan PP, karena menutup akses informasi publik terhadap hasil evaluasi SPM jalan tol,” kata Sofwan kepada Menteri PU dalam rapat kerja tersebut.
Jika mengacu pada PP Nomor 23 Tahun 2024 tentang Jalan Tol, dijelaskan Sofwan, pemenuhan SPM menjadi pertimbangan penting bagi Pemerintah melalui Kementerian PU untuk menyetujui usulan kenaikan tarif dari para Badan Usaha Jalan Tol (BUJT).
Bahkan dalam Pasal 64 PP 23/2024 itu disebutkan setiap Badan Usaha yang tidak memenuhi SPM Jalan Tol akan dikenakan sanksi berupa teguran tertulis, penundaan penyesuaian tarif, denda administratif, dan/atau pembatalan perjanjian pengusahaan tol.
Untuk diketahui, BUJT mempunyai hak untuk mendapatkan kenaikan tarif setiap dua tahun sekali. Hal ini seperti diatur dalam Pasal 48 ayat (3) dan (4) UU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Jalan.
Melalui regulasi tersebut, evaluasi kenaikan tarif jalan tol mempertimbangkan dua aspek, yaitu pengaruh laju inflasi dan evaluasi terhadap pemenuhan SPM jalan tol.
“Sebagai Anggota Komisi V DPR, kami punya fungsi pengawasan untuk mengawasi apakah tarif jalan tol yang sudah naik dan akan naik, sudah memenuhi syarat SPM atau belum? Bagaimana mau mengawasi, untuk mengakses dokumennya saja sulit,” tukas Sofwan.
Oleh karena itu, Sofwan mendukung keputusan Komisi V DPR yang akan membentuk Panitia Kerja (Panja) Jalan Tol dan berharap Panja dapat mengusut tuntas dugaan yang ada.
“Kita akan mainkan jurus detektif parlemen. Saya akan kejar terus urusan ini sampai tuntas,” ujarnya.
“Di sana ada hak rakyat, hak masyarakat untuk mendapatkan layanan jalan tol sesuai amanat undang-undang. Ingat ada uang rakyat di sana, duit rakyat juga ada yang dipakai buat bangun jalan tol,” kata Sofwan.
