Waketum Perbanas yakin program pemerintah akan dorong “demand” kredit

Waketum Perbanas yakin program pemerintah akan dorong “demand” kredit

Ada sektor yang memang secara langsung terdampak dengan adanya policy tarif ini. Tapi banyak sektor lain yang juga masih terbuka, ada ruang untuk pertumbuhannya (pertumbuhan kredit)

Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua Umum I Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas) Alexandra Askandar meyakini program-program pemerintah akan mendorong permintaan (demand) kredit di dalam negeri, sehingga diharapkan bisa mengompensasi risiko melemahnya permintaan dari sektor-sektor yang terdampak tarif resiprokal AS.

“Ada sektor yang memang secara langsung terdampak dengan adanya policy tarif ini. Tapi banyak sektor lain yang juga masih terbuka, ada ruang untuk pertumbuhannya (pertumbuhan kredit),” kata Alexandra saat dijumpai usai mengikuti program siniar (podcast) ANTARA TV di Grha BNI, Jakarta, Kamis.

Apabila setiap bank bisa fokus untuk memanfaatkan peluang pada sektor-sektor yang tidak terdampak kebijakan tarif, ia meyakini pertumbuhan kredit secara agregat tetap baik.

Dengan langkah itu, kebijakan tarif Amerika Serikat (AS) tidak akan terlalu banyak mempengaruhi kinerja kredit pada industri perbankan nasional.

“Mungkin dari sisi ekspor (sektor penopang ekspor), akan ada dampaknya (ke pertumbuhan kredit bank). Tapi dikompensasi dari sisi pertumbuhan demand di dalam negeri, yang ini pada akhirnya menjadi faktor pendukung pertumbuhan kredit,” kata Alexandra.

Ia mencontohkan salah satu program pemerintah yakni Makan Bergizi Gratis (MBG). Menurut dia, program ini memiliki peluang bagi perbankan untuk menyalurkan kredit modal kerja bagi UMKM yang menjadi mitra pemerintah.

“Itu (program MBG) ada kebutuhan modal kerja meskipun singkat. Itu kan juga jadi sumber pertumbuhan kredit buat bank, tapi dari sisi sektor yang berbeda sama sekali,” kata dia.

Alexandra mengatakan, setiap bank pada dasarnya memiliki kebijakan internalnya masing-masing dalam mendorong pertumbuhan kredit dengan mempertimbangkan kondisi dan faktor global.

Namun, likuiditas serta aset quality juga menjadi aspek yang penting untuk diperhatikan perbankan dalam menghadapi ketidakpastian global.

Ia menyebutkan, rata-rata loan to deposit (LDR) industri perbankan saat ini berada di sekitar 90 persen atau lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Likuiditas yang tidak se-ample dibandingkan periode-periode sebelumnya akan menjadi faktor penentu dalam mendorong pertumbuhan kredit. Meski begitu, Alexandra mengingatkan bahwa dalam hal aset quality, bank-bank juga akan lebih berhati-hati menjaga pertumbuhan kreditnya.

Untuk sektor-sektor yang berisiko terdampak dengan adanya kebijakan tarif AS, Alexandra pun meyakini perbankan akan lebih berhati-hati dalam menyalurkan kreditnya atau tidak seagresif dibandingkan dengan periode sebelum perang dagang.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), loan to deposit ratio (LDR) perbankan berada pada level 87,67 persen per Februari 2025. Menurut OJK, likuiditas industri perbankan pada periode ini tetap memadai.

Rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid/Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) juga masih di atas threshold masing-masing 50 persen dan 10 persen. AL/NCD dan AL/DPK per Februari 2025 masing-masing tercatat 116,76 persen dan 26,35 persen.

OJK meminta kepada perbankan untuk selalu memantau dampak dari kebijakan global maupun domestik terhadap kondisi ekonomi, terutama kinerja debitur, termasuk usaha stress test rutin sehingga bank dapat melakukan mitigasi risiko yang tepat.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae saat konferensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RKDB) pada Jumat (11/4) mengingatkan adanya berbagai tantangan bagi perbankan utamanya terkait ketidakpastian kondisi global saat ini dan kemungkinan pada masa mendatang.

“Ketidakpastian ini antara lain disebabkan oleh adanya kebijakan Presiden AS Donald Trump seperti pengenalan tarif impor yang dapat menyebabkan inflasi sehingga membuat The Fed urung untuk mempercepat penurunan suku bunga,” kata Dian.

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2025