TRIBUNJAKARTA.COM — Terkuak asal usul pemain mantan pemain sirkus dari Oriental Circus Indonesia (OCI) Taman Safari Indonesia yang sempat misterius.
Pada pertemuan dengan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Mugiyanto, di Jakarta, Selasa (15/4/2025), para mantan pemain sirkus tersebut mengaku kerap disiksa dan tidak tahu soal identitas asli diri mereka sendiri.
Mereka tidak pernah diberi tahu nama lengkap, usia, bahkan siapa keluarganya, karena sejak kecil sudah dibesarkan di lingkungan sirkus.
Vivi salah satu mantan pemain sirkus OCI mengaku sudah sejak kecil dipekerjakan di sirkus tersebut.
“Saya nggak tau orang tua. Saya kan dari kecil sudah diambil sama yang punya Oriental Circus Indonesia itu,” katanya.
Vivi melanjutkan ceritanya, selama bekerja sebagai pemain sirkus, ia tinggal di rumah milik Frans Manansang, keluarga pendiri Taman Safari Indonesia.
Rumah Frans berada di area Taman Safari Cisarua Bogor.
Terkuak Asal Usulnya
Founder Oriental Circus Indonesia (OCI) yang juga menjabat sebagai Komisaris Taman Safari Indonesia, Tony Sumampau, mengungkapkan asal-usul para pemain sirkus tersebut.
Menurut Tony, banyak di antara pemain sirkus tersebut berasal dari panti asuhan dan diasuh sejak mereka masih bayi oleh ibunya.
Sebelumnya Tony juga membantah melakukan penyiksaan dan eksploitasi kepada para pemain sirkus.
“Orang tua suka menampung anak. Waktu saya tanya dari mana asalnya, katanya dari panti asuhan di daerah sekitar Kalijodo,” ujar Tony saat jumpa pers di Jakarta, Kamis (17/4/2025).
Tony menambahkan, sebagian anak-anak itu dibesarkan sejak usia dini di lingkungan keluarga sirkus sebelum mulai dikenalkan pada latihan akrobat.
Biasanya, setelah mencapai usia sekitar 6 hingga 7 tahun, mereka mulai dilatih keterampilan sirkus.
“Jadi dari bayi dibesarkan, usia 6-7 tahun baru dibawa ke sirkus untuk mulai dilatih,” jelas Tony.
Ia juga mengaku tidak hanya anak-anak dari panti asuhan yang berada di lingkungan sirkus, melainkan juga anak-anak dari keluarga pemain sirkus sendiri, termasuk anak-anaknya.
“Saya sendiri juga waktu main sirkus, anak saya tinggal di Jakarta bersama ibu saya. Karena hidup di sirkus itu tidak mudah. Hujan, angin, dan kondisi yang keras buat anak-anak,” ungkap Tony.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan pada tahun 1997, ketika Komnas HAM turun melakukan investigasi, barulah diketahui lebih pasti asal panti asuhan beberapa anak tersebut.
“Waktu itu tim dari Komnas HAM yang menelusuri, dan ternyata panti asuhannya memang ada di sekitar Kalijodo,” ujarnya.
Tony menegaskan, anak-anak yang dibesarkan di lingkungan sirkus juga mendapatkan perhatian, termasuk pendidikan, seperti pelajaran bahasa Inggris sejak usia dini.
“Dari umur 7-8 tahun mereka sudah diajar bahasa Inggris, karena sering bertemu turis yang datang menonton pertunjukan,” kata Tony.
Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya
