Februari 2025, Utang Luar Negeri RI Menyusut ke US$ 427,8 Miliar

Februari 2025, Utang Luar Negeri RI Menyusut ke US$ 427,8 Miliar

Jakarta, Beritasatu.com – Bank Indonesia (BI) mencatat posisi utang luar negeri (ULN) Indonesia menurun tipis menjadi US$ 427,8 miliar pada Februari 2025. Angka ini lebih rendah dibandingkan posisi bulan sebelumnya yang sebesar US$ 427,9 miliar. Namun secara tahunan, ULN tetap tumbuh 4,7% year on year (yoy), melambat dari kenaikan 5,3% pada Januari 2025.

Kepala Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso menjelaskan, perlambatan pertumbuhan ini disebabkan oleh turunnya ULN sektor publik serta kontraksi pada utang luar negeri swasta. Selain itu, penguatan nilai dolar AS terhadap mayoritas mata uang dunia, termasuk rupiah, turut memengaruhi nilai tukar dan posisi utang luar negeri nasional.

“Meski utang luar negeri mengalami perlambatan, struktur utangnya masih tergolong sehat. Rasio ULN terhadap PDB bahkan turun menjadi 30,2% dari sebelumnya 30,3%, dengan dominasi utang jangka panjang sebesar 84,7%,” jelas Ramdan dalam keterangannya, Kamis (17/4/2025).

BI menegaskan komitmennya bersama pemerintah untuk terus menjaga kesehatan struktur utang luar negeri melalui prinsip kehati-hatian, serta memastikan perannya tetap optimal sebagai sumber pembiayaan pembangunan nasional yang berkelanjutan.

Posisi utang luar negeri pemerintah tercatat sebesar US$ 204,7 miliar pada Februari 2025, turun tipis dari Januari yang berada di US$ 04,8 miliar.

Pertumbuhan tahunan utang luar negeri pemerintah pun sedikit melambat menjadi 5,1% dari 5,3% sebelumnya. Penurunan ini antara lain disebabkan oleh pergeseran dana investor asing dari Surat Berharga Negara (SBN) ke instrumen investasi lainnya, seiring tingginya ketidakpastian di pasar global.

Pemerintah terus menjaga kredibilitas fiskal dengan membayar utang pokok dan bunga tepat waktu, serta memastikan pengelolaan utang dilakukan secara efisien dan terukur.

Pemanfaatan utang luar negeri diarahkan untuk sektor prioritas seperti kesehatan dan kesejahteraan sosial (22,6%), administrasi pemerintahan dan pertahanan (17,8%), pendidikan (16,6%), konstruksi (12,1%), transportasi (8,7%), serta sektor jasa keuangan dan asuransi (8,2%).

“Sebagian besar utang luar negeri pemerintah memiliki tenor jangka panjang, yakni mencapai 99,9% dari total utang pemerintah,” tambah Ramdan.

Sementara itu, utang luar negeri swasta tercatat stabil di kisaran US$ 194,8 miliar. Namun, secara tahunan, sektor ini mengalami kontraksi lebih dalam, yakni 1,6% (yoy), dibandingkan dengan penurunan 1,3% pada Januari. Penurunan berasal dari lembaga keuangan dan korporasi non-keuangan yang masing-masing mencatat kontraksi sebesar 2,2% dan 1,5%.

Sektor utama penyumbang utang luar negeri swasta masih didominasi oleh industri pengolahan, jasa keuangan dan asuransi, penyediaan energi dan utilitas, serta pertambangan, dengan kontribusi gabungan mencapai 79,6% dari total ULN swasta. Dari segi tenor, 76,5% dari total ULN swasta merupakan pinjaman jangka panjang.