Yogyakarta, Beritasatu.com – Universitas Gadjah Mada (UGM) akan melakukan pemeriksaan lanjutan terhadap kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh seorang guru besar Fakultas Farmasi berinisial EM terhadap 13 mahasiswi.
Pemeriksaan ini berbeda dari yang telah dilakukan sebelumnya, karena fokus pada dugaan pelanggaran disiplin sebagai aparatur sipil negara (ASN).
Sekretaris UGM Andi Sandi Antonius Tabusassa Tonralipu menyampaikan, langkah ini diambil setelah pihak universitas menyerahkan rekomendasi pemberhentian EM sebagai ASN dan sebagai guru besar kepada pemerintah pusat.
Pemeriksaan ini dilakukan oleh tim pemeriksa kepegawaian, sesuai permintaan dari kementerian terkait.
“Pemeriksaan itu, kita belum tahu prosesnya seperti apa, tetapi ada deadline-nya dalam proses itu nanti akan diklarifikasi beberapa pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan khususnya untuk disiplin kepegawaian. Kalau etik itu sudah, yang kemarin diperiksa oleh satgas. Setelah selesai pemeriksaan, hasilnya akan diserahkan ke rektor. Rektor akan bersurat kepada menteri untuk menyampaikan rekomendasi itu,” ujar Andi Sandi pada Selasa (8/4/2025).
Sebelumnya, berdasarkan hasil pemeriksaan Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) UGM, EM telah diberikan sanksi pemberhentian dari jabatannya sebagai dosen dan Ketua Cancer Chemoprevention Research Center (CCRC) Fakultas Farmasi.
Menurut Andi Sandi, hingga saat ini tercatat sebanyak 13 korban telah melaporkan tindakan kekerasan seksual yang dilakukan oleh guru besar UGM EM. Korban mayoritas adalah mahasiswi yang menjalin komunikasi dengan pelaku untuk kepentingan akademik, seperti bimbingan skripsi, tesis, disertasi, maupun pendampingan lomba ilmiah.
“Korban dan saksinya ada 13, yang diperiksa dan memberikan keterangan. Kalau modusnya, kegiatannya itu dilakukan lebih banyak di rumah. Mulai dari diskusi bimbingan, dokumen akademik, yaitu skripsi, tesis dan disertasi. Kemudian juga di research center-nya dan juga kegiatan-kegiatan lomba” jelas Andi Sandi.
Kasus kekerasan seksual yang dilakukan guru besar UGM ini menjadi perhatian serius UGM, yang menegaskan komitmennya dalam menciptakan lingkungan kampus yang aman dan bebas dari kekerasan seksual. Pihak universitas juga menyatakan akan terus mendampingi para korban dan memastikan proses penanganan berjalan transparan dan akuntabel.
