Prediksi Okupansi Hotel Pelat Merah Capai 79 Persen pada Lebaran 2025

Prediksi Okupansi Hotel Pelat Merah Capai 79 Persen pada Lebaran 2025

Jakarta, Beritasatu.com – Okupansi hotel diprediksi melonjak saat momen Lebaran 2025. Data terbaru menunjukkan tingkat hunian hotel bisa mencapai 79%, dengan 3.623 kamar terjual. Tren positif ini memberikan harapan bagi industri perhotelan yang sempat terdampak dalam beberapa waktu terakhir akibat efisiensi anggara.

Direktur Utama InJourney Hospitality Christine Hutabarat mengakui, tren kenaikan okupansi di Lebaran tahun ini memang tidak terlalu signifikan. Ia memproyeksikan pertumbuhan tingkat hunian atau okupansi hotel hanya sebesar 1% pada Lebaran 2025 dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Terlebih, data di tahun-tahun sebelumnya juga mencatat bahwa puncak okupansi baru akan terjadi pada H+1 hingga H+2 Lebaran. InJourney Hospitality merupakan bagian holding BUMN sektor aviasi dan pariwisata PT Aviasi Pariwisata Indonesia ingin memastikan kesiapan unit hotel yang dikelolanya menyambut para wisatawan mancanegara dan nusantara.

“Dari H-4 ke H+4 itu memang peak occupancy itu akan didapatkan pada saat H+1 dan H+2. Jadi untuk rata-rata okupansi hotel kami sekitar 79% dan itu cukup membaik, walaupun memang pertumbuhannya dari Lebaran sebelumnya itu hanya 1%,” ujar Christine Hutabarat di Jakarta, Rabu (26/3/2025).

Christine mengeklaim puncak hunian tertinggi akan terjadi pada H+1 dan H+2 Lebaran dengan rata-rata okupansi hotel mencapai 79%. Tingkat okupansi tersebut dipimpin oleh hotel di Bali sebesar 76,1%.

Diungkapkan, okupansi tertinggi masih didominasi oleh klaster hotel-hotel Bali, dengan keterisian paling tinggi di angka 76,1%. Posisi selanjutnya yaitu di klaster Jawa di 75%, klaster Sumatera 73%, dan terakhir yakni klaster Kalimantan hingga klaster Sulawesi.

Adapun, lima hotel dengan okupansi tertinggi yaitu The Meru Sanur, Merusaka Nusa Dua, Truntum Kuta, Inna Sindhu Beach Bali, dan The Manohara Yogyakarta.

“Jadi secara keseluruhan, rata-rata okupansinya itu berada di 79%, dan itu cukup membaik. Meskipun pertumbuhannya hanya 1 persen dibandingkan Lebaran sebelumnya,” urai dia.

Christine juga menjelaskan bahwa okupansi hotel tertinggi diakuinya dipegang oleh hotel-hotel bintang lima dengan proyeksi okupansi di atas 98%. Hal ini jika dilihat berdasarkan data booking yang telah dilakukan.

Karena menurutnya masyarakat yang memesan hotel-hotel bintang lima memang cenderung melakukan booking jauh-jauh hari, dan berbeda dengan hotel-hotel bintang empat atau tiga yang pemesanannya cenderung dekat dengan tanggal pengisiannya.

“Kita juga tetap menjaga agar pada saat nanti last minute atau pada H-1 atau H-2, juga tetap ada penambahan-penambahan,” kata Christine.

Meski demikian, dia mengakui bahwa terjadi peningkatan signifikan pada sisi makanan dan minuman atau food and beverage (F&B), dengan proyeksi pendapatan yang diperkirakan meningkat hingga 34%.

Diakui, saat ini tamu atau pengunjung ingin mencoba pengalaman baru dengan menikmati menu makanan pilihan juru masak hotel berbintang.

“Hal ini peningkatannya cukup lumayan mencapai 34% dibandingkan dengan tahun lalu. Jadi inovasi-inovasi yang dilakukan sampai dengan hari ini, itu bagus untuk membuat menu-menu kita signature, which is menu-menu Indonesia yang sudah susah kita cari gitu,” pungkasnya.

Selain F&B, saat ini pengunjung hotel juga mencari penginapan yang menyediakan aktivitas olahraga seperti boxing, yoga, dan lainnya. Saat ini telah terjadi pergeseran tren, hotel tidak lagi menjadi tempat untuk bermalam saja, namun juga harus memiliki aktivitas yang menarik dan bisa meningkatkan okupansi hotel.