Jakarta, Beritasatu.com – Hingga awal 2025, Bursa Efek Indonesia (BEI) terus menerima kedatangan sejumlah emiten berskala kecil yang melakukan penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO) dengan target dana di bawah Rp 100 miliar.
Fenomena meningkatnya jumlah emiten kecil yang melantai di bursa ini menuai berbagai tanggapan dari investor dan pelaku pasar. Banyak pihak mempertanyakan kontribusi emiten-emiten tersebut terhadap pertumbuhan kapitalisasi pasar secara keseluruhan, mengingat skala bisnis mereka yang relatif kecil.
Meski kritik bermunculan, Direktur BEI I Gede Nyoman Yetna menegaskan, pihaknya tetap berkomitmen untuk memberikan kesempatan yang adil bagi seluruh perusahaan, termasuk yang berskala kecil, untuk mencatatkan sahamnya di pasar modal.
Menurutnya, keberadaan pasar modal harus mampu mengakomodasi berbagai jenis perusahaan, baik besar maupun kecil, selama mereka memiliki prospek bisnis yang baik.
“Pasar modal harus memberikan ruang bagi semua perusahaan, tidak hanya bagi yang besar tetapi juga bagi yang kecil. Namun, tentu saja, yang kami akomodasi adalah perusahaan-perusahaan yang memiliki prospek yang menjanjikan,” ujar Nyoman kepada wartawan di gedung BEI, Rabu (5/3/2025).
Lebih lanjut, Nyoman menjelaskan bahwa BEI memiliki sejumlah kriteria dalam menilai apakah suatu perusahaan layak untuk melantai atau IPO di bursa.
Penilaian tersebut mencakup aspek kinerja perusahaan, fundamental bisnis, serta rencana ekspansi di masa mendatang. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor ini, BEI memastikan bahwa emiten yang masuk ke pasar modal adalah perusahaan yang memiliki daya saing dan potensi pertumbuhan.
Hingga saat ini, terdapat 24 perusahaan yang masuk dalam pipeline pencatatan saham BEI. Dari jumlah tersebut, 23 perusahaan termasuk dalam kategori perusahaan beraset besar, dengan nilai aset lebih dari Rp 250 miliar, sementara satu perusahaan lainnya tergolong beraset menengah dengan nilai aset antara Rp 50 miliar hingga Rp 250 miliar.
“Kami tetap berupaya mengakomodasi perusahaan dengan berbagai ukuran aset. Yang terpenting adalah memastikan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut memiliki prospek yang jelas dan dapat memberikan nilai tambah bagi pasar modal,” pungkas Nyoman.
Dengan kebijakan yang inklusif ini, BEI berharap dapat mendorong lebih banyak perusahaan untuk memanfaatkan pasar modal untuk IPO sebagai sarana pendanaan dan pertumbuhan bisnis, sehingga secara keseluruhan dapat berkontribusi terhadap dinamika dan perkembangan pasar modal Indonesia.
