Jakarta, Beritasatu.com – Direktur Ekonomi Digital Centre of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, meminta masyarakat mewaspadai investasi bodong.
Seiring dengan meningkatnya literasi keuangan di Indonesia, risiko penipuan investasi juga semakin tinggi. Direktur Celios, Nailul Huda, mengingatkan masyarakat untuk lebih selektif dalam memilih instrumen investasi, terutama yang dipromosikan melalui media sosial.
Menurut Nailul, perkembangan teknologi digital dan media sosial telah membuka akses informasi keuangan yang lebih luas, tetapi di sisi lain juga meningkatkan risiko masyarakat terjebak dalam investasi bodong.
“Ketika media sosial booming saat pandemi Covid-19, terbukalah kenyataan bahwa banyak masyarakat kita masih belum bisa memilih dan memilah informasi yang benar terkait investasi,” ujar Nailul ujar dia dalam talkshow bertajuk “Menguatkan Literasi Pasar Modal di Era Transformasi Teknologi: Pahami Risiko, Maksimalkan Peluang”, Kamis (27/2/2025).
Ia menyoroti tren “muda dan kaya” yang marak beberapa tahun terakhir, saat banyak anak muda tertarik berinvestasi tanpa memahami risiko yang ada. Hal ini diperparah dengan banyaknya influencer yang hanya menampilkan keuntungan tanpa menjelaskan risiko di baliknya.
“Akhirnya, muncul investasi-investasi bodong yang menjanjikan keuntungan besar tanpa dasar yang jelas,” tambahnya tentang investasi bodong. Nailul juga meminta masyarakat memperhatikan hal berikut sehingga tidak terjebak investasi bodong.
2 Prinsip Utama: Legal dan Logis
Untuk menghindari jebakan investasi ilegal, Nailul menekankan pentingnya menerapkan dua prinsip utama, yaitu legal dan logis.
Legalitas Terjamin
Sebelum berinvestasi, masyarakat harus memastikan bahwa produk tersebut memiliki izin resmi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atau lembaga berwenang lainnya. “Jika suatu investasi tidak memiliki legalitas yang jelas, sebaiknya hindari,” tegas Nailul.
Logis dalam Imbal Hasil
Masyarakat juga harus mempertanyakan apakah imbal hasil yang dijanjikan masuk akal. “Jarang sekali ada investasi yang memberikan keuntungan 30% per bulan. Jika ada yang menawarkan imbal hasil tinggi dalam waktu singkat, patut dicurigai,” jelasnya.
Sebagai contoh, ia mengingatkan kembali kasus skema Ponzi seperti MMM (manusia membantu manusia), yang menawarkan keuntungan besar tetapi akhirnya merugikan banyak orang. “Model seperti ini tidak logis dan berisiko tinggi. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk memahami profil risiko sebelum berinvestasi,” ujar Nailul terkait investasi bodong.
Pahami Profil Risiko Sebelum Berinvestasi
Selain memahami prinsip legal dan logis, Nailul juga menekankan pentingnya mengenali profil risiko diri sendiri.
Dia juga menekankan di dalam investasi, terdapat dua tipe investor, yakni risk averse atau menghindari risiko, yaitu tipe investor yang lebih memilih instrumen investasi dengan risiko rendah, seperti deposito atau obligasi pemerintah.
Sementara tipe investor lainnya adalah risk lover atau suka risiko, yaitu investor yang lebih berani mengambil risiko tinggi, seperti trading saham atau forex, dengan harapan mendapatkan keuntungan besar.
Namun, Nailul mengingatkan bahwa anak muda cenderung lebih berani mengambil risiko tanpa pemahaman yang cukup. “Banyak anak muda yang masuk ke investasi dengan volatilitas tinggi tanpa mempertimbangkan konsekuensinya. Bahkan, meskipun legal, risiko tetap ada,” pungkasnya saat membahas tentang investasi bodong.
