Jakarta, Beritasatu.com – Jangan pernah sepelekan mata kering karena bisa menjadi masalah kesehatan dan ancaman nyata yang serius di era digital. “Revealing Average Screen Time Statistics” dari Backlinko mencatat rata-rata waktu tatap layar atau screen time masyarakat Indonesia mencapai tujuh jam 38 menit atau nyaris delapan jam per hari.
Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami) mencatat prevalensi mata kering di Indonesia mencapai 27,5 persen%. Sementara tingkat di Asia Tenggara berada pada kisaran 20 hingga 52,4%.
“Penyandang mata kering diprediksi terus bertambah, sebab sangat mungkin mereka tidak sadar sedang mengalami mata kering. Faktor lain seperti paparan AC, polusi udara, dan penggunaan lensa kontak turut memperburuk kondisi ini,” ujar ber
Menurutnya, perubahan gaya hidup digital memengaruhi kesehatan mata secara signifikan. Durasi screen time yang panjang menyebabkan perubahan dalam frekuensi dan kualitas berkedip, sehingga memicu kekeringan pada permukaan mata.
“Hal ini jika dibiarkan, kondisinya bisa semakin parah hingga berpotensi menyebabkan gangguan permanen pada penglihatan yang seiring waktu berpotensi memulai siklus mata kering,” katanya.
Selain faktor waktu tatap layar berlebihan, kondisi lingkungan seperti udara kering, polusi, asap rokok, dan paparan AC juga memperburuk kondisi mata. Faktor risiko lain yang dapat memicu mata kering meliputi usia di atas 50 tahun, penggunaan lensa kontak dalam jangka panjang, riwayat operasi mata atau penyakit tertentu, penggunaan obat-obatan tertentu (baik oral maupun tetes mata) dan penyakit metabolik seperti diabetes melitus.
Mata kering tidak hanya menyebabkan ketidaknyamanan, tetapi juga bisa berdampak pada menurunnya produktivitas dan kualitas hidup. Gejalanya meliputi mata terasa kering, gatal, sensasi berpasir, perih, sering berair, hingga penglihatan buram serta kerap mengucek mata.
