TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Pemerintah Indonesia memberlakukan insentif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) bagi karyawan dengan gaji hingga Rp10 juta per bulan. Kebijakan ini berdampak signifikan bagi pemilik bisnis dan karyawan, seperti apa?.
Berdasarkan ketentuan itu, insentif akan berdampak khususnya di sektor industri alas kaki, tekstil, pakaian jadi, furnitur, serta kulit dan produk turunannya. Kebijakan yang mulai berlaku pada 04 Februari 2025 ini, membebaskan karyawan dari kewajiban membayar pajak penghasilan.
Sehingga mereka dapat menerima gaji penuh tanpa potongan dan mendukung kelangsungan usaha, hingga mempercepat pemulihan ekonomi nasional. Dirilisnya aturan baru ini membawa banyak dampak positif baik bagi penyedia lapangan kerja maupun pekerja.
Bagi karyawan dengan subsidi potongan pajak penghasilan, membantu meningkatkan kemampuan mereka untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Insentif ini, dinilai memberikan rasa aman finansial, terutama bagi pekerja di sektor padat karya yang kerap menghadapi tantangan ekonomi.
“Diberlakukannya peraturan baru ini, perusahaan mendapatkan kelonggaran pada beban operasional mereka,” ujar Head of Business Mekari Talenta, Stevens Jethefer di Jakarta, Jumat (14/2/2025).
Perusahaan di sektor padat karya dapat mengalokasikan anggaran yang sebelumnya untuk pemotongan pajak ke area lain yang lebih strategis. Lalu, pemilik bisnis harus memastikan infrastruktur dan sistem administrasi kepegawaian yang memadai untuk mendukung kelancaran proses ini.
Dengan daya beli karyawan yang meningkat, bisnis dapat merasakan dampak positif peningkatan konsumsi yang mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun, di sisi lain, implementasi kebijakan ini membawa tantangan baru bagi pelaku usaha.
Perusahaan diharuskan memenuhi berbagai syarat administrasi, termasuk pelaporan berkala kepada DJP mengenai pemanfaatan insentif ini. Selain itu, mereka harus memastikan bahwa sistem penggajian dan pajak tetap sesuai dengan regulasi yang berlaku, serta infrastruktur dan sistem administrasi kepegawaian yang memadai untuk mendukung kelancaran implementasi kebijakan ini.
“Perusahaan diharuskan untuk memenuhi berbagai syarat administrasi, termasuk pelaporan penggunaan insentif secara berkala kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Selain itu, pengusaha perlu memastikan bahwa sistem pengelolaan payroll dan pajak mereka tetap sesuai dengan regulasi yang berlaku,” kata Stevens.
Perusahaan dinilai perlu segera menyesuaikan sistem payroll untuk mengakomodasi kebijakan ini sehingga dapat mengurangi risiko kesalahan perhitungan manual.
“Pengusaha wajib memastikan bahwa sistem kepegawaian saat ini telah diperbarui sesuai dengan regulasi terbaru, dan memastikan karyawan yang menerima insentif ini telah memenuhi persyaratan,” sambungnya.
