Jakarta, Beritasatu.com – Pengamat Kebijakan Publik Ahmad Alamsyah Saragih menilai sektor akomodasi dan transportasi akan terkena dampak kebijakan efisiensi anggaran. Pasalnya anggaran perjalanan dinas kementerian dan lembaga (L/K) banyak yang dipangkas dan bahkan mungkin omzetnya akan berkurang dan pertumbuhannya cenderung tertahan.
“Namun demikian apakah syarat yang lain itu juga sudah disiapkan oleh pemerintah? Salah satunya substitusinya dengan menggerakkan ekonomi swasta,” beber Ahmad Alamsyah Saragih dihubungi Beritasatu.com, Minggu (9/2/2025).
Menurut Alamsyah, demi menggerakkan ekonomi swasta tidak bisa dilakukan sepenuhnya dengan mengandalkan anggaran. Oleh sebab itu, pemerintah perlu bekerja sama dengan bank sentral agar ada sumber-sumber pembiayaan murah untuk menghidupi sektor swasta supaya bisa bertumbuh dan menjadi subtitusi belanja pemerintah yang direalokasi ke sektor lain.
Sebelumnya Presiden Prabowo Subianto menerbitkan kebijakan agresif terkait efisiensi anggaran belanja negara. Dengan memotong beberapa pos anggaran di kementerian dan lembaga untuk mencapai efisiensi anggaran yang ditargetkan sebesar Rp 306 triliun.
Setidaknya ada dua pos utama yang diincar Prabowo dalam efisiensi anggaran, yakni pemangkasan belanja K/L senilai Rp 256,1 triliun serta pemotongan alokasi dana transfer ke daerah (TKD) sebesar Rp 50,59 triliun. Kebijakan ini mencakup pemangkasan pada 16 pos belanja dengan besaran bervariasi mulai 10% hingga 90%.
Kebijakan efisiensi anggaran bukan hanya mencakup pos belanja besar, seperti infrastruktur atau belanja bantuan sosial, tetapi juga pos yang secara langsung berkaitan dengan kegiatan administratif dan operasional kementerian/lembaga.
Sebagai contoh, pos anggaran untuk alat tulis kantor (ATK) dipangkas hingga 90%, Pos kegiatan seremonial mengalami pengurangan sebesar 56,9%. Lebih lanjut, pos untuk rapat, seminar, dan kegiatan sejenisnya juga dipangkas hampir 45%.
