TRIBUNNEWS.COM, BEIJING – Pemerintah China resmi mengajukan keluhan ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait kebijakan tarif impor sebesar 10 persen yang diberlakukan Amerika Serikat (AS).
Keluhan tersebut dilayangkan China untuk memprotes kebijakan Presiden AS Donald Trump yang memberlakukan kebijakan tarif impor tinggi terhadap produk-produk yang masuk dari China 4 Februari lalu.
Trump berdalih kebijakan tersebut diberlakukan sebagai alat tawar-menawar dan metode untuk melakukan perubahan kebijakan luar negeri, khususnya masalah imigrasi dan perdagangan narkoba.
Namun Beijing menganggap tindakan tersebut tersebut diskriminatif dan proteksionisme perdagangan, karena kebijakan tarif impor hanya berlaku untuk barang-barang asal Negeri Tirai Bambu, dan tidak konsisten dengan kewajiban AS terhadap WTO.
Mengutip dari dari BBC International, kebijakan tarif AS juga dianggap merusak sistem perdagangan multilateral yang berbasis aturan, mengikis fondasi kerja sama ekonomi dan perdagangan China-AS, serta mengganggu stabilitas rantai pasokan dan industri global.
Alasan tersebut yang mendorong China untuk mengajukan permintaan konsultasi dengan WTO. Adapun permintaan konsultasi adalah awal dari proses sengketa yang diharapkan dapat menghasilkan keputusan dan kejelasan hukum soal penerapan kebijakan tarif oleh Trump.
Hingga saat ini, kedua belah pihak belum memberikan kabar terbaru terkait dengan adanya negosiasi antara Presiden AS, Donald Trump dan Presiden China, Xi Jinping.
Akan tetapi tuntutan seperti ini tampaknya tidak akan membawa kelegaan bagi Beijing. Lantaran Badan Banding WTO sebagian besar tidak berfungsi selama bertahun-tahun, setelah AS memblokir pengangkatan hakim banding dengan alasan badan itu terlalu melampaui kewenangannya, menghambat pengambilan keputusan akhir dalam kasus tahun 2020.
China Balas Tarif Baru Trump
Selain melayangkan aduan, Pemerintah China juga turut memberlakukan sanksi balasan kepada Presiden AS Donald Trump dengan mematok tarif baru terhadap produk impor dari Amerika Serikat.
Dalam pengumuman yang dikutip dari CNBC International, China resmi menerapkan tarif impor mulai dari 10 persen pada minyak mentah, mesin pertanian, mobil berkapasitas besar, dan truk pikap yang diimpor dari China.
Ada pula penerapan tarif impor 15 persen terhadap 8 produk batu bara dan gas alam cair yang diimpor dari AS, berlaku Senin depan (10/2/2025)
Para analis menilai tarif ekspor yang ditetapkan China dapat berefek signifikan bagi ekonomi AS, ini karena China merupakan negara importir gas alam cair terbesar di dunia meski sebagian besar pasokannya berasal dari Australia, Qatar, dan Malaysia.
Sementara data US-China Business Council menyebutkan bahwa perang sanksi yang dilakukan AS dan China membuat harga barang impor menjadi lebih mahal, terutama untuk industri otomotif dan elektronik yang sangat bergantung pada suku cadang dari Tiongkok.
Bahkan ribuan pekerjaan terancam hilang imbas perang dagang ini, hal tersebut telah dibuktikan dimana pada akhir tahun 2019, perang dagang telah menyebabkan kerugian ekonomi bagi AS sebesar 108 miliar dolar dan membuat AS kehilangan 245.000 lapangan kerja.
