PIKIRAN RAKYAT – Perubahan regulasi terkait dokumen kepemilikan tanah telah ditetapkan oleh pemerintah, yang berdampak pada status hukum berbagai bukti kepemilikan tradisional seperti girik, petuk D, letter C, dan sejenisnya.
Berdasarkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (Permen ATR/BPN) Nomor 16 Tahun 2021, dokumen-dokumen tersebut tidak akan diakui lagi sebagai bukti kepemilikan tanah mulai 2 Februari 2026.
Oleh karena itu, pemilik tanah yang masih menggunakan bukti kepemilikan tradisional perlu segera mengurus sertifikat hak milik (SHM) guna memastikan perlindungan hukum atas aset tanah yang dimiliki.
Dasar Penghapusan Dokumen Tanah Tradisional
Regulasi mengenai perubahan status dokumen kepemilikan tanah adat ini tidak hanya diatur dalam Permen ATR/BPN Nomor 16 Tahun 2021, tetapi juga diperkuat oleh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021.
Dalam pasal 96 PP tersebut, dinyatakan bahwa bukti kepemilikan tanah adat hanya dapat digunakan sebagai petunjuk dalam proses pendaftaran tanah, bukan sebagai bukti kepemilikan yang sah.
Dengan kata lain, setelah batas waktu lima tahun sejak PP tersebut diberlakukan, dokumen tradisional ini tidak dapat lagi digunakan untuk mengklaim hak kepemilikan atas suatu bidang tanah.
Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran BPN Kota Depok, Dindin Saripudin menegaskan bahwa dokumen seperti girik, petuk D, letter C, dan sejenisnya hanya bisa dijadikan sebagai petunjuk untuk mendaftarkan tanah ke dalam sistem administrasi pertanahan nasional.
Hal ini bertujuan untuk memperjelas kepemilikan tanah dan mencegah terjadinya sengketa atau klaim ganda atas suatu bidang tanah.
Dokumen Tanah yang Tidak Berlaku Lagi Mulai 2026
Berikut adalah daftar dokumen tanah yang tidak akan berlaku lagi sebagai alat bukti kepemilikan tanah mulai 2 Februari 2026:
Petok D
Buku register yang dibuat oleh pemerintah desa atau kelurahan untuk mencatat kepemilikan tanah di wilayah tertentu.
Letter C
Surat keterangan dari desa atau kelurahan yang mencatat identitas pemilik dan informasi dasar tentang tanah.
Girik
Bukti pembayaran pajak tanah yang digunakan sebagai tanda kepemilikan, meskipun tidak memiliki kekuatan hukum sebagai sertifikat.
Pipil
Dokumen pajak tanah yang berlaku sebelum Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Tahun 1960 diterbitkan, yang banyak ditemukan di wilayah Bali dan sekitarnya.
Verponding Indonesia
Bukti kepemilikan tanah dari zaman kolonial Belanda yang berupa tagihan pajak tanah dan bangunan.
Petuk Pajak Bumi/Landrente
Bukti pembayaran pajak tanah yang dulu digunakan untuk menunjukkan hak kepemilikan, tetapi kini tidak lagi memiliki kekuatan hukum.
Kekitir
Surat kepemilikan tanah yang banyak ditemukan di Jawa dan sering digunakan dalam transaksi tanah sebelum sistem sertifikat diperkenalkan.
Pentingnya Tingkatkan Status Kepemilikan Tanah Jadi SHM
Sertifikat Hak Milik (SHM) merupakan bukti kepemilikan tanah yang memiliki kekuatan hukum tertinggi di Indonesia. SHM diakui dalam Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 dan memberikan hak penuh kepada pemiliknya untuk menguasai, menggunakan, serta memindahtangankan tanah tersebut.
Berbeda dengan dokumen kepemilikan tradisional, SHM dapat menjadi perlindungan hukum yang kuat terhadap ancaman sengketa tanah dan praktik mafia tanah yang semakin marak terjadi.
Menurut Kepala BPN Kota Depok, Indra Gunawan, masyarakat diimbau untuk segera meningkatkan status kepemilikan tanah menjadi SHM guna menghindari potensi permasalahan hukum di masa depan.
Dengan memiliki SHM, pemilik tanah memiliki jaminan hukum atas asetnya serta dapat lebih mudah melakukan transaksi jual beli atau peralihan hak tanpa hambatan administratif.
Selain itu, pemerintah saat ini tengah mengembangkan sistem sertifikat tanah elektronik untuk meningkatkan keamanan dokumen kepemilikan dan mengurangi risiko pemalsuan sertifikat.
Dengan sistem ini, data kepemilikan tanah akan tersimpan secara digital, mempermudah proses administrasi serta meminimalisir risiko kehilangan atau pemalsuan sertifikat tanah.
Langkah-Langkah yang Harus Dilakukan Pemilik Tanah Adat
Agar hak atas tanah tetap terlindungi, pemilik tanah yang masih menggunakan dokumen kepemilikan adat perlu segera melakukan langkah-langkah berikut:
Mengajukan Sertifikasi Tanah
Pemilik tanah harus segera mendaftarkan tanah ke kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk mendapatkan sertifikat hak milik (SHM).
Menyiapkan Dokumen Pendukung
Dokumen tradisional seperti girik, petuk D, atau letter C tetap dapat digunakan sebagai petunjuk dalam proses pendaftaran tanah. Oleh karena itu, dokumen-dokumen ini perlu disiapkan bersama bukti pendukung lainnya seperti identitas pemilik tanah dan surat pernyataan riwayat tanah.
Berkonsultasi dengan BPN Terdekat
Untuk memastikan kelengkapan persyaratan dan prosedur yang tepat, pemilik tanah dapat berkonsultasi langsung dengan kantor BPN terdekat atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa proses pengajuan sertifikat berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Konsekuensi Jika Tidak Mengurus Sertifikat Hak Milik
Jika tanah tidak segera didaftarkan dan dikonversi menjadi SHM sebelum 2026, pemilik tanah berisiko mengalami berbagai permasalahan, antara lain:
Kesulitan dalam pembuktian kepemilikan saat terjadi sengketa tanah. Tidak memiliki hak hukum yang kuat dalam transaksi jual beli tanah. Berpotensi terkena klaim oleh pihak lain, termasuk oleh mafia tanah. Tanah berstatus ilegal, sehingga tidak dapat digunakan sebagai jaminan kredit atau investasi.
Oleh karena itu, sangat penting untuk segera mengurus sertifikat tanah agar status kepemilikan diakui secara sah oleh negara dan mendapatkan perlindungan hukum yang optimal.
Mulai tahun 2026, berbagai dokumen kepemilikan tanah tradisional seperti girik, petuk D, letter C, dan lainnya tidak lagi diakui sebagai bukti kepemilikan yang sah. Perubahan ini didasarkan pada Permen ATR/BPN Nomor 16 Tahun 2021 dan PP Nomor 18 Tahun 2021, yang memberikan waktu hingga 2 Februari 2026 bagi pemilik tanah untuk mengurus sertifikat hak milik (SHM).
Mengurus SHM tidak hanya memberikan kepastian hukum, tetapi juga melindungi tanah dari potensi sengketa dan praktik mafia tanah. Oleh karena itu, segera lakukan sertifikasi tanah melalui kantor BPN terdekat agar hak atas tanah tetap terjaga secara hukum.***
Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News