Dilarang Jual Elpiji 3 Kg, Pemilik Warung: Pangkalan Sanggup Buka sampai Malam?
Tim Redaksi
PALANGKA RAYA, KOMPAS.com
– Kebijakan pemerintah yang melarang elpiji 3 kilogram dijual eceran atau melalui warung tidak resmi, menuai beragam respons dari pengecer di Kota
Palangka Raya
, Provinsi
Kalimantan Tengah
(Kalteng).
Diketahui bahwa kebijakan ini dikeluarkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang mulai berlaku sejak 1 Februari 2025.
Salah satu
pengecer elpiji
bersubsidi di Jalan Rajawali, Kelurahan Bukit Tunggal, Kecamatan Jekan Raya, Mahlani (50), mengaku kaget dengan dikeluarkannya kebijakan tersebut.
Dia ragu apakah kebijakan ini akan berjalan dengan baik nantinya.
Menurut Mahlani, masyarakat kerap membeli elpiji 3 kilogram dari warungnya lantaran stok elpiji bersubsidi di tingkat pangkalan yang sudah habis.
Di samping itu, masyarakat juga memilih membeli di pengecer karena jam buka pangkalan yang terbatas.
“Kalau hanya penjual resmi seperti pangkalan yang boleh menjual elpiji 3 kilogram, memang mereka mampu menjangkau masyarakat? Sudah stoknya terbatas, memang pangkalan bisa buka sampai jam 10-11 malam?” keluh Mahlani saat berbincang-bincang dengan Kompas.com, Minggu (2/2/2025).
Menurut Mahlani, keberadaan pengecer menjadi penting karena bisa menyediakan gas bersubsidi ketika stok di pangkalan habis atau sedang tutup.
Dia meragukan kesiapan pangkalan apabila kebijakan ini berlanjut.
“Kami mengecer ini untuk menyambung kebutuhan masyarakat juga, kami ini mempermudah masyarakat. Kalau misalkan masyarakat malam kehabisan gas, lalu pangkalan tutup, mereka beli dengan kami (pengecer),” ujar Mahlani.
Menurut Mahlani, di lingkungan tempat dia berjualan, masyarakat seringkali kesulitan mendapatkan gas elpiji dari pangkalan karena stok terbatas.
Sulitnya mendapatkan gas elpiji begitu mereka rasakan akhir-akhir ini.
“Akhir-akhir ini banyak pembeli kami mengeluh elpiji 3 kilogram kosong di pangkalan. Kalaupun memang ada, tetapi sedikit, kedatangan elpijinya juga sering diundur,” tuturnya.
Mahlani mendapat pasokan elpiji bersubsidi dari beberapa orang yang mengantarkan tabung ke warungnya.
Biasanya, dia harus membeli seharga Rp30-33 ribu.
“Kami menjual dengan harga Rp35-38 ribu, tergantung modal kami beli. Saya biasanya menjual lima tabung,” ujarnya.
Meski demikian, pemerintah tetap menyediakan opsi bagi warung yang ingin menjual elpiji bersubsidi agar mengurus Nomor Induk Berusaha (NIB).
Ditanya apakah dirinya akan mengurus izin berusaha tersebut, Mahlani mengaku masih akan memikirkannya.
“Mudah-mudahan biaya pengurusan izinnya tidak mahal, kalau mahal mungkin sulit juga,” ujarnya.
Sementara, Kurdi (61), pengecer elpiji bersubsidi di Jalan G Obos XII, Kelurahan Menteng, mengaku dirugikan.
Sebab, gas elpiji bersubsidi tersebut termasuk barang yang cepat laku di warung kelontongannya.
“Putarannya cepat (elpiji bersubsidi) ini, yang jelas berkurang penghasilan kami karena tidak bisa menjual barang ini lagi, tetapi kami menerima saja, mengikuti peraturan yang ada,” ujarnya, Minggu.
Namun, dia akan tetap mematuhi kebijakan yang berlaku.
Kurdi akan mengurus izin jika memang memungkinkan dan modal pengurusannya tidak mahal.
“Kalau memang biaya mengurus (izin usahanya) gratis, tidak masalah. Tapi kalau katanya harus bayar sampai belasan juta, mungkin enggak berani juga. Boleh kalau biaya segitu, tapi agen harus menyediakan 100 tabung. Kalau sudah bayar belasan juga tapi tabung tetap beli, enggak sanggup,” ungkap Bapak Kurdi.
Hal senada juga diungkapkan pemilik warung, M Royan (56). Dia mengaku akan mengurus izin berusaha dalam waktu dekat.
“Sebelumnya sudah menyiapkan berkas izin usaha, cuman belum mengajukan ke agen karena waktu itu berpikir belum dibutuhkan. Tapi kalau begini nanti akan mengurus, berkasnya sudah siap,” ujarnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
8 Dilarang Jual Elpiji 3 Kg, Pemilik Warung: Pangkalan Sanggup Buka sampai Malam? Regional
/data/photo/2025/02/02/679f2bf4cfc43.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)