Liputan6.com, Jakarta Ekonomi digital Indonesia diproyeksikan meroket hingga USD 360 miliar atau sekitar Rp 5.841 triliun pada tahun 2030. Namun, di balik peluang besar ini, tersimpan ancaman serius terhadap keamanan siber yang perlu segera diantisipasi.
Country Director Fortinet Indonesia, Edwin Lim, menyoroti dua tantangan utama yang dihadapi Indonesia. Pertama, masih banyaknya penggunaan sistem keamanan siber lawas (legacy system).
Sistem jadul tersebut, menurutnya, tidak hanya mahal dalam perawatan, tetapi juga sulit ditingkatkan sehingga Indonesia rentan terhadap serangan siber.
“Sistem lawas ini seringkali mahal perawatannya dan sulit di-upgrade, sehingga membuatnya rentan terhadap serangan,” ungkap Edwin melalui keterangan resminya, Senin (27/1/2025).
Data menunjukkan lebih dari 60% insiden siber di Indonesia pada tahun 2023 diakibatkan oleh kerentanan pada sistem-sistem tersebut.
Selain masalah sistem lawas, penyebab krusial kedua adalah Indonesia menghadapi persoalan kekurangan tenaga ahli di bidang keamanan siber.
“Berdasarkan Laporan Kesenjangan Keterampilan Keamanan Siber Fortinet 2024, 80% responden di Indonesia menganggap kesenjangan keterampilan ini sebagai penyebab utama meningkatnya risiko siber,” imbuh Edwin.
Menyadari urgensi permasalahan (serangan hacker) ini, Fortinet aktif menjalin kolaborasi dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dan Kementerian Perindustrian untuk memperkuat arsitektur keamanan siber di Indonesia.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/1764979/original/069457400_1510208095-hacker-1944688_960_720__Pixabay.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)