TRIBUNJATIM.COM – Seorang siswi berinisial W (14) dirudapaksa oleh kenalannya di Facebook.
Pelaku diketahui berinisial FB (20) warga asal Kecamatan Selagai Lingga, Kabupaten Lampung Tengah.
Padahal baru kenal di media sosial, FB malah langsung mengajak W untuk melakukan hubungan suami istri.
Hingga akhirnya FB ditangkap oleh Unit PPA Satreskrim Polres Lampung Tengah.
Tersangka ditangkap polisi usai melakukan aksi terakhirnya rudapaksa seorang siswi asal Kecamatan Pubian, Kabupaten Lampung Tengah.
Korban rudapaksa seorang siswi berinisial W (14) yang baru dikenal pelaku dari media sosial Facebook pada Sabtu, 15 Juni 2024.
Kasat Reskrim Polres Lampung Tengah AKP Nikolas Bagas Yudhi Kurnia mengatakan, FB ditangkap usai dilaporkan oleh ayah korban pada Rabu, 11 Desember 2024.
Sang ayah melapor setelah mendapati anaknya pulang dengan kondisi menangis dan trauma berulang kali dirudapaksa oleh tersangka.
“Tersangka merudapaksa korban di perkebunan sawit Kampung Sendang Mukti, Kecamatan Sendang Agung, Kabupaten Lampung Tengah sebanyak 3 kali di waktu yang berbeda,” kata Yudhi usai menangkap tersangka, Jumat (17/1/2025).
Nikolas menjelaskan, kronologi peristiwa bermula ketika tersangka dan korban berkenalan melalui Facebook secara random pada tahun 2024 lalu.
Setelah menjalin komunikasi dan saling mengenal satu sama lain, tersangka pun nekat mengajak korban ketemuan.
Nikolas mengungkapkan, saat bertemu dengan tersangka untuk pertama kali, korban sudah dirudapaksa dengan diajak ke areal perkebunan sawit dengan paksaan.
“Baru saja berkenalan, tersangka sudah berani memaksa korban untuk melakukan hubungan suami istri di kebun sawit,”
“Pada kejadian pertama, korban terpaksa menuruti kemauan tersangka. Akan tetapi dia tidak berani mengadu kepada orang tua karena takut dengan ancaman dari FB,” kata Nikolas.
Nikolas melanjutkan, dari kejadian pertama, korban pun terjebak dan kembali dipaksa oleh tersangka untuk bertemu dan melakukan hubungan suami istri di lokasi yang sama.
Tindak rudapaksa itu pun terulang hingga 3 kali, dan membuat mental korban terganggu.
Akhirnya, kata Nikolas, ayah korban pun datang ke Polres Lampung Tengah untuk melaporkan aksi tersangka usai mendapat pengakuan dari anaknya yang telah dirudapaksa untuk ketiga kali.
“Tersangka sudah ditangkap oleh Unit PPA dan kini ditahan di Polres Lampung Tengah. FB dijerat tindak pidana persetubuhan terhadap anak, UU No 35 tahun 2014 tentang perubahan UU No 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak sebagaimana dimaksud dalam pasal 81 dan atau 82,” kata Nikolas.
Menanggapi kasus tersebut, Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Lampung Tengah menilai bahwa pergaulan anak tanpa pengawasan akan menjadi petaka terlebih jika menggunakan media sosial tanpa pikir panjang.
Ketua LPA Lampung Tengah Eko Yuono menilai, apa bila orangtua dekat dengan anak, kejadian rudapaksa oleh tersangka yang baru dikenal di media sosial tidak akan terjadi.
Sebab, kata Eko, anak yang dekat dengan orangtua akan terproteksi dengan perhatian dan bimbingan yang diberikan, terlebih dalam menjelajahi media sosial.
“Dalam hal ini, orangtua perlu memahami perkembangan teknologi juga. Karena selain pergaulan bebas, orangtua perlu mengingatkan anak akan potensi kejahatan dari bermain media sosial,”
“Mestinya Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah sudah harus berani menyampaikan bahwa Lamteng darurat kejahatan seksual agar ada langkah-langkah konkret yang bisa diperbuat oleh orangtua dan semua stakeholder terkait,” ujar Eko saat dikonfirmasi Tribunlampung.co.id.
Eko melanjutkan, ketika mitigasi tindak kejahatan seksual tidak dilakukan secara maksimal, maka suatu saat akan menjadi bom waktu.
Sebab, kata dia, saat ini banyak masyarakat Lampung Tengah yang menganggap pergaulan bebas menjadi hal yang lumrah.
“Sekarang sebagian masyarakat sudah menganggap lumrah ketika anak pacaran dan melakukan hubungan badan. Masyarakat juga sudah tidak kaget lagi dengan misalnya ada kasus kejahatan sexual yang melibatkan anak-anak,” katanya.
Sementara itu, kasus rudapaksa lainnya juga pernah terjadi di Kota Tasikmalaya.
Akal bulus pria berinisial R, pimpinan lembaga pendidikan Rumah Tahfidz, R (45) lecehkan santriwatinya berusia 13 tahun.
Pelecehan itu terjadi di rumah pribadi dari R.
Diketahui, tempat kejadian berdampingan dengan tempat korban mengenyam pendidikan di rumah tahfidz di Mangkubumi, Kota Tasikmalaya.
Ternyata R sudah melakukan rudapaksa sebanyak 10 kali sejak 2023 hingga 2024.
“Berdasarkan hasil pemeriksaan kita, tersangka awal melakukan aksinya dengan cara membohonginya,” ungkap Kapolres Tasikmalaya Kota AKBP Moh Faruk Rozi di halaman Mapolres Tasikmalaya Kota, Kamis (16/1/2025).
Selain itu, modus tersangka terhadap anak didinya tersebut meminta membersihkan rumah pribadinya sebelum melancarkan aksi bejadnya.
“Tersangka menyuruhnya untuk beres-beres di rumah pribadinya, dan tersangka memanggilnya saat korban tengah berada di lokasi lembaga pendidikan,” ucapnya.
Setelah korban datang ke rumahnya, tersangka langsung menggendong korban dan membawanya ke kamar pribadinya.
“Jadi, setelah selesai rudapaksa tersangka berkata ‘habis ini mandi besar ya, jangan dibilangin ke siapa-siapa. Ini rahasia kita’,” kata Kapolres ketika menirukan obrolan tersangka ke korban.
AKBP Faruk pun mengungkapkan, aksi asusila ini sudah dilakukan sejak tahun 2023 hingga Desember 2024.
“Aksi asusila ini sebanyak 10 kali hingga Desember 2024,” katanya.
korban melaporkan aksi bejat tersangka ke Polres Tasikmalaya pada 6 Januari 2025.
“Tersangka kita kenakan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman 15 tahun penjara,” kata AKBP Faruk.
Sementara itu, aksi guru ngaji yang melakukan pelecehan lainnya juga pernah terjadi di Banten.
Guru ngaji berinisial W (40) kabur setelah diduga melecehkan sejumlah muridnya.
Polisi kini sedang mengejar keberadaan pelaku.
Diketahui, aksi W dilakukan di Tangerang, Banten.
W kini ditetapkan jadi tersangka setelah melarikan diri sejak November 2024.
Kasus ini bermula setelah seorang orang tua korban, J (54), melaporkan pencabulan itu pada 23 Desember 2024.
Menurut laporan, ada empat murid yang diduga menjadi korban pelecehan.
Polisi langsung melakukan penyelidikan dan memberikan pendampingan kepada para korban.
Kapolres Metro Tangerang Kota Kombes Zain Dwi Nugroho mengatakan, setelah menerima laporan, pihaknya segera melakukan visum terhadap korban untuk melengkapi administrasi penyelidikan.
Berita acara pemeriksaan (BAP) juga telah dilakukan terhadap pelapor, korban, dan saksi pada hari yang sama.
Polisi menjadwalkan pemeriksaan terhadap W, namun pelaku mangkir dari dua kali panggilan yang dilakukan pada 27 dan 30 Desember 2024.
Setelah gelar perkara pada 3 Januari 2025, status W resmi dinaikkan menjadi tersangka.
“Setelah melalui gelar perkara, statusnya dinaikkan ke tahap penyidikan pada 3 Januari 2025, karena terdapat bukti yang cukup,” kata Zain.
Tersangka W diketahui meninggalkan rumahnya di Sudimara Selatan, Ciledug, sejak 29 November 2024.
Polisi saat ini masih melacak keberadaan W dan mengimbau agar pelaku kooperatif dalam memenuhi panggilan penyidik.
Polisi mengungkapkan bahwa dari empat korban yang melapor, kebanyakan adalah anak laki-laki.
Kasus ini masih terus didalami oleh Satreskrim Polres Metro Tangerang Kota.
Selain itu, polisi juga mengimbau masyarakat yang menduga anaknya menjadi korban untuk segera melapor agar proses penyelidikan bisa berjalan lebih lanjut.
Zain juga memastikan bahwa pihak kepolisian terus memberikan pendampingan terhadap para korban, dan meminta dukungan masyarakat untuk memberikan informasi terkait keberadaan pelaku.
Aksi lain
Oknum guru ngaji di Tangerang Selatan, Banten ditangkap polisi.
Hal itu karena guru ngaji tersebut menjadi tersangka rudapaksa delapan muridnya.
Guru ngaji bernama Mahendra (40) itu melakukan aksinya menggunakan minuman yang membuat muridnya pingsan.
Bahkan pelaku juga mengancam korbannya.
“Dari delapan, yang positif tujuh, yang satunya hanya diraba dan kabur. Yang positif itu sudah divisum, tapi hasilnya nunggu lima hari,” kata Ketua RW 04 Maruga, Rachman, Selasa (1/10/2024).
Mahendra pertama kali terungkap setelah tiga murid mengadu kepada ketua RT setempat, Dedeh, yang kemudian meneruskan laporan tersebut kepada Rachman.
Para korban diminta untuk menceritakan kejadian yang dialami.
“Ibu RT lapor ke saya, terus saya kumpulin semua. Setelah dikumpulin, barulah mereka ngaku kalau mendapatkan tindakan asusila,” ujar Rachman.
Korban mengaku tindakan pelecehan tersebut terjadi setelah Mahendra memberi mereka air minum dan asap yang membuat mereka pingsan.
Saat sadar, mereka mendapati diri mereka dalam keadaan tak berpakaian.
“Saya tanya kenapa, dan mereka jawab katanya dikasih air minum, terus pingsan. Pas sadar, sudah telanjang,” jelas Rachman.
Mahendra diduga membujuk korban dengan mengeklaim bahwa air dan asap yang diberikan dapat membuat mereka lebih pintar.
Dia juga mengancam para korban agar tidak melaporkan tindakannya dengan ancaman kematian atau menjadi gila.
“Kalau ngaku ke orang tuanya, korban diancam mati, kalau enggak mati ya bisa gila,” tambah Rachman.
Perbuatan ini sudah dilakukan selama satu tahun, tetapi baru terungkap karena Mahendra dikenal sebagai sosok pendiam dan religius di lingkungan tempat tinggalnya.
Dia juga sering menawarkan jasa mengajar mengaji secara privat dan terlibat dalam kegiatan keagamaan lainnya.
Mahendra telah ditangkap oleh pihak kepolisian setelah para korban membuat laporan ke Polres Tangerang Selatan.
“Setelah cerita, korban langsung kami bawa ke polres dan dimintai keterangan cukup lama sampai jam tiga pagi,” ungkap Rachman.
Kapolsek Ciputat Timur, Kompol Kemas Arifin, membenarkan laporan tersebut dan menyatakan bahwa kasus pencabulan ini telah diteruskan ke Polres Tangerang Selatan.
Terduga pelaku kini ditangani oleh unit perlindungan perempuan dan anak (PPA) Polres Tangsel.
“Pihak korban sudah membuat laporan pada Minggu (29/9/2024), dan kasus ditangani oleh unit PPA,” ujar Kasatreskrim Polres Tangsel, AKP Alvino Cahyadi.
Sementara itu, kasus serupa juga pernah terjadi di Trenggalek, Jawa Timur.
Polres Trenggalek telah menetapkan kiai di Kecamatan Kampak, Kabupaten Trenggalek berinisial S sebagai tersangka kasus kekerasan seksual santriwati di bawah umur, Selasa (1/10/2024).
Kasatreskrim Polres Trenggalek, AKP Zainul Abidin, menuturkan terduga pelaku telah dilakukan pemeriksaan mulai pukul 10.00 WIB yang dilanjutkan dengan gelar perkara.
Dari gelar perkara tersebut diputuskan bahwa S menjadi tersangka persetubuhan terhadap santriwatinya sendiri hingga hamil dan melahirkan seorang bayi laki-laki yang saat ini sudah berumur lebih kurang 2 bulan.
“Perkembangan saat ini terlapor atas nama S berdasarkan hasil gelar perkara saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka,” katanya, Selasa (1/10/2024).
Abidin memastikan tim penyidik Satreskrim Polres Trenggalek telah menemukan lebih dari dua alat bukti yang sah termasuk keterangan dari sejumlah saksi.
“Jumlah saksi yang telah kita mintai keterangan sekitar 6 orang, saksi sudah terbuka dan kami jadikan petunjuk,” lanjutnya.
Abidin belum bisa memastikan apakah S akan ditahan atau tidak karena hingga berita ini ditulis pemeriksaan terhadap tersangka masih berlangsung untuk melakukan pendalaman penyidikan.
“Untuk penahan kita harus pertimbangkan unsur obyektif bahwa yang bersangkutan dipersangkakan dengan pasal yang ancaman hukumannya lebih dari 5 tahun. Sedangkan unsur subyektif adalah apakah tersangka ini kooperatif atau tidak selama penyidikan,” jelas mantan Kanit Resmob Satreskrim Polrestabes Surabaya ini.
Seperti diberitakan sebelumnya, kasus kekerasan seksual terhadap santriwati di Kecamatan Kampak menarik perhatian masyarakat.
Terlebih lagi saat masa menggeruduk pondok pesantren dan Balai Desa Sugihan, Kecamatan Kampak meminta pertanggungjawaban kepada pimpinan pondok atas hamilnya santriwati hingga melahirkan seorang bayi laki-laki.
Unjuk rasa tersebut dilakukan pada Minggu (22/9/2024) pagi di pondok pesantren dan dilanjutkan pada malam harinya di balai desa setempat.
Sayangnya permintaan masa untuk dipertemukan dengan sang kiai gagal dan pulang dengan tangan hampa.