Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Nestapa 20 Santri yang Dicabuli Pimpinan Ponpes di Martapura Kalsel

Nestapa 20 Santri yang Dicabuli Pimpinan Ponpes di Martapura Kalsel

Jakarta, Beritasatu.com – Kasus pencabulan santri di salah satu pondok pesantren (ponpes) di Kota Martapura, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan menggegerkan publik. Sedikitnya 20 santri diduga dicabuli oleh oknum pimpinan ponpes berinisial MR (42) yang sudah jadi tersangka.

Pencabulan santri di ponpes Martapura terungkap setelah ada seorang pelajar perempuan berinisial AH keluar dari pesantren itu pada Jumat (10/1/2025), setelah mengetahui tindakan cabul MR.

Langkah AH diikuti oleh para santri lain. Mereka yang selama ini diam dengan tindakan bejat MR, mulai berani bersuara. Akhirnya seorang korban berinisial ABD melaporkan kasus menimpanya itu ke Polres Banjar pada Sabtu (11/1/2025). 

Polisi langsung menyelidiki laporan ABD dan terungkap MR diduga sudah melancarkan aksi cabul terhadap santrinya sejak 2019. Namun, para korban tidak ada yang berani melaporkan karena takut dengan ancaman pelaku.

“Permasalahan ini sebenarnya sudah berlangsung sejak 2019, cuma kan yang namanya anak-anak penuh tekanan, ada sedikit pressing dari terlapor, jadi mereka tidak berani speak up dan melaporkan hal ini,” kata Kepala Unit Pelayanan Perempuan dan Anak Satreskrim Polres Banjar Ipda Anwar dikutip dari Koranbanjar.net (jaringan Beritasatu.com), Kamis (15/1/2025).

Berdasarkan hasil investigasi awal polisi, sebanyak 20 santri diduga menjadi korban pencabulan MR. Namun, baru lima korban yang berani bersuara. 

Sebagian dari korban sudah berusia dewasa. Mereka mengalami pelecehan saat berusia remaja atau di bawah umur, ketika masih belajar dan mondok di pesantren tersebut pada 2022.

Korban pencabulan MR kini juga banyak yang sudah kembali ke kampungnya di luar daerah, seperti Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah. Kebanyakan mereka tidak berani bersuara, sehingga polisi menjadi kendala dalam mengusutnya.

Modus Pencabulan
Dari penuturan para santri diketahui modus MR mencabuli santrinya dengan cara memanggil korban yang disasarnya untuk masuk ke dalam kamarnya dengan alasan dirinya butuh dipijat.

Ketika sudah berada di kamar tersangka, korban diminta melepaskan pakaian dan sarungnya. Lalu, MR diduga pura-pura kerasukan jin perempuan dan mulai mencabuli santrinya dengan alasan membuang sial.

Satu per satu santri diduga dicabuli dengan buang sial. Selain itu para korban juga diming-imingi uang hingga hadiah dengan dalih “sedekah” agar mau melayani tersangka dan tetap diam. 

MR meminta para korbannya tidak memberi tahu kelakuan bejatnya kepada orang lain, dan mengancam akan melaporkan mereka dengan tuduhan pencemaran nama baik jika berani bersuara.

Polisi mengatakan MR menjadi tersangka pencabulan karena sebelumnya juga pernah menjadi korban kekerasan seksual.

Polisi menjerat MR dengan Pasal 82 Undang-Undang Perlindungan Anak dengan ancaman 15 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar. MR sudah ditahan di Mapolres Banjar.

Kasus pencabulan santri di lingkungan ponpes sudah berulang kali terjadi. Sebelumnya 12 santri menjadi korban kekerasan seksual pimpinan ponpes di Kota Baru, Jambi. Mereka terdiri dari 11 santri laki-laki dan satu santri perempuan.

Pada Desember 2024, sebuah ponpes di Kampung Badak, Serang, Banten diserang warga karena pimpinan pesantren itu diduga telah mencabuli tiga santrinya.

Baru-baru ini juga heboh seorang pimpinan ponpes di Pondok Kelapa, Duren Sawit, Jakarta Timur berinisial KH ditangkap polisi atas dugaan menyodomi tujuh santrinya. 

Bentuk Pansus
Menteri Agama Nasaruddin Umar prihatin dengan masih terjadinya kasus kekerasan seksual di lingkungan pesantren. Ia berjanji akan membentuk panitia khusus (pansus) untuk menindaklanjuti kasus kekerasan di lingkungan pendidikan agama.

“Kami sangat prihatin dengan kasus kekerasan seksual di pesantren. Apalagi jika pelakunya adalah pimpinan, ini sangat memilukan. Kami akan membentuk pansus untuk menindaklanjuti kasus-kasus seperti ini,” ujar Nasaruddin saat membahas upaya perlindungan santri bersama Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati Solihah pekan lalu.