Mataram, Beritasatu.com – Pengadilan Negeri Mataram menggelar sidang perdana kasus kekerasan seksual terhadap remaja disabilitas yang melibatkan terdakwa IWAS alias Agus Buntung, Kamis (16/1/2025). Agenda persidangan yang berlangsung tertutup untuk umum itu adalah pembacaan dakwaan oleh jaksa penuntut umum (JPU).
Terdakwa Agus Buntung hadir dan menyampaikan keberatannya atas materi dakwaan yang disampaikan. “Membacakan dakwaan yang menjerat Agus dengan Pasal 6 huruf C Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) juncto Pasal 15 ayat (1) huruf E,” ujar JPU Dina Kurniawati.
Dakwaan tersebut mengacu pada tindakan pemberatan pidana dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara ditambah sepertiga hukuman jika terbukti bersalah.
Sidang berikutnya akan menghadirkan saksi-saksi yang diharapkan dapat memperjelas fakta-fakta dalam kasus ini. JPU Dina Kurniawati menegaskan bahwa seluruh proses persidangan akan dilakukan dengan transparan.
“Selama pembacaan dakwaan, terdakwa cukup kooperatif. Kami akan menghadirkan saksi-saksi pada sidang berikutnya untuk mendukung dakwaan yang telah disampaikan,” jelas Dina.
Sementara itu, Ketua Tim Kuasa Hukum Agus Buntung, Aenuddin menyampaikan bahwa kliennya keberatan atas materi dakwaan yang dianggapnya tidak sesuai dengan fakta.
“Agus menyangkal tuduhan yang menyatakan bahwa ia memanfaatkan situasi kelemahan korban. Semua itu masuk ke dalam pokok perkara yang nantinya akan dibuktikan dalam proses pembuktian,” tegas Aenuddin.
Lebih lanjut ia menjelaskan, lokasi kejadian yang disebutkan dalam dakwaan, yaitu di Taman Udayana, memang sesuai. Namun, tuduhan manipulasi terhadap korban menjadi inti pembelaan tim kuasa hukum.
“Kami sarankan fokus pada pembuktian saja agar kasus ini dapat ditangani dengan objektif,” tambahnya.
Dalam persidangan, Aenuddin juga mengungkapkan kondisi tidak layak yang dialami Agus selama berada di dalam tahanan.
“Agus mengalami ketidaknyamanan, termasuk bullying dan ancaman dari sesama tahanan. Bahkan, ada kalimat yang mengintimidasi seperti, ‘Kalau kamu begini, nanti pulang hanya nama kamu saja’,” ungkapnya.
Selain itu, Aenuddin menyoroti minimnya fasilitas khusus untuk disabilitas di tahanan. Menurutnya, tenaga pendamping yang disediakan tidak memiliki keahlian profesional, sehingga kebutuhan khusus Agus tidak terpenuhi. Ia juga menekankan bahwa petugas sosial yang hadir di pengadilan hanya menonton tanpa memberikan bantuan langsung.
“Kami meminta kepada majelis hakim untuk mempertimbangkan pengalihan status penahanan Agus menjadi tahanan rumah atau tahanan kota demi menjaga kondisi mental dan fisiknya,” pintanya.
Agus Buntung, yang bersedia hadir dalam setiap persidangan, berjanji akan tetap kooperatif jika pengalihan status penahanan dikabulkan.
“Dia tidak keberatan untuk menjalani proses hukum, tetapi berharap kondisinya diperhatikan lebih baik,” tambah Aenuddin seusai sidang perdana Agus Buntung.