Jakarta, Beritasatu.com – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ketimpangan antara masyarakat miskin dan kaya di Indonesia pada akhir 2024 semakin parah. Pernyataan itu berdasarkan angka gini ratio sebesar 0,381 pada September 2024, lebih besar dari Maret 2024, yaitu 0,379.
Plt Kepala BPS RI Amalia Adininggar Widyasanti menyampaikan, tingkat ketimpangan diukur melalui gini ratio. Nilai gini ratio di antara 0 dan 1, semakin tinggi nilai gini ratio, maka semakin tinggi juga ketimpangan yang terjadi.
“Pada September 2024, terjadi ketimpangan sebesar 0,381 atau meningkat sebesar 0,002 basis poin dari Maret 2024,” kata Amalia saat konferensi pers di kantor BPS, Jakarta, Rabu (15/1/2025).
Secara spesifik, BPS menyebut ketimpangan masyarakat miskin dan kaya di kota lebih besar dibandingkan dengan di daerah pedesaan. Gini ratio di perkotaan pada September 2024 adalah 0,402. Sementara gini ratio di daerah pedesaan pada September 2024 sebesar 0,308.
Hal itu dibuktikan dengan data bahwa ketimpangan terbesar terjadi di Jakarta dan terendah di Kepulauan Bangka Belitung.
“Pada September 2024, terdapat 31 provinsi dengan tingkat ketimpangan di bawah rata-rata nasional. Sementara, tujuh provinsi memiliki tingkat ketimpangan di atas rata-rata nasional,” ujar Amalia.
Selain gini ratio, indikator yang digunakan untuk mengetahui ketimpangan masyarakat miskin dan kaya adalah pengeluaran yang dilakukan oleh penduduk yang memiliki pendapatan terendah, atau kelompok 40% terbawah apabila mengikuti penyebutan Bank Dunia.
Berdasarkan indikator ini, BPS menyebut, ada peningkatan ketimpangan orang miskin dan kaya di Indonesia karena persentase pengeluaran kelompok penduduk 40% terbawah adalah 18,41% meningkat 0,01% poin dibandingkan kondisi Maret 2024 yang sebesar 18,40%.