Yoon Suk Yeol menjadi Presiden Korea Selatan aktif pertama yang ditangkap penegak hukum, Rabu (15/01).
Penangkapan ini adalah perkembangan ketegangan terbaru antara penyidik dan personel keamanan pribadi Yoon selama berminggu-minggu.
Penangkapan Yoon merupakan buntut dari upaya sang presiden dalam menerapkan status darurat militer di Korea Selatan, Desember lalu.
Keputusan Yoon saat itu memicu kekacauan di Korea Selatan. Parlemen kemudian memakzulkannya. Penegak hukum pun berusaha menjeratnya dengan tuduhan pemberontakan.
Ketika ditangkap, Yoon secara teknis masih berstatus Presiden Korea Selatan. Alasannya, usulan pemakzulan parlemen masih harus terlebih dulu diuji dan disahkan oleh Mahkamah Konstitusi.
Dalam proses penangkapan yang berlangsung dalam cuaca dingin di Seoul, para penyidik harus menggunakan tangga dan pemotong kawat agar bisa masuk ke kediaman presiden.
Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) Korea Selatan sebelumnya membentuk barikade untuk menggagalkan penangkapan Yoon.
Presiden berusia 64 tahun itu akhirnya setuju untuk hadir ke hadapan Kantor Investigasi Korupsi Korea (CIO) Selatan untuk menghindari pertumpahan darah.
Dalam pesan video berdurasi tiga menit, Yoon menyatakan akan mengikuti proses penyidikan, meski dia membantah telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Yoon secara konsisten menuding bahwa surat perintah penangkapannya tidak sah.
Yoon berkata, dia menyaksikan bagaimana pihak berwenang “menyerbu” batas keamanan rumahnya dengan peralatan pemadam kebakaran.
“Saya memutuskan untuk hadir di hadapan CIO, meskipun ini adalah penyelidikan ilegal, untuk mencegah pertumpahan darah yang tidak menyenangkan,” kata Yoon.
Proses penangkapan Yoon yang berlangsung dini hari melibatkan lebih dari 1.000 penegak hukum. Ini merupakan upaya kedua para penyidik untuk menangkapnya.
CIO sebelumnya berusaha menangkap Yoon pada 3 Januari lalu.
Para penyidik memperoleh surat perintah penangkapan setelah Yoon mengabaikan beberapa panggilan untuk datang dan memberi keterangan kepada CIO.
Partai Kekuatan Rakyat (Kweon Seong-dong) yang mengusung Yoon mengecam penangkapannya. Mereka menuding langkah penyidik sebagai tindakan ilegal.
Pemimpin partai Kweon Seong-dong menilai penangkapan itu semestinya tidak terjadi.
Di sisi lain, pimpinan kelompok oposisi dari Partai Demokrat, Park Chan-dae, menilai penangkapan Yoon menunjukkan bahwa “keadilan di Korea Selatan masih hidup”.
“Penangkapan ini adalah langkah pertama menuju pemulihan ketertiban konstitusi, demokrasi, dan supremasi hukum,” ujarnya.
Usai penangkapan Yoon, Korea Selatan saat ini dipimpin sementara oleh Menteri Keuangan, Choi Sang-mok. Dia diangkat ke tampuk kekuasaan setelah penjabat presiden pertama, Han Duck-soo, juga dimakzulkan oleh parlemen mayoritas oposisi.
Setelah menjalani pemeriksaan, Yoon diperkirakan akan ditahan di Pusat Penahanan Seoul di Uiwang, Provinsi Gyeonggi, sekitar 5 kilometer dari kantor CIO.
Namun, jika pengadilan tidak mengeluarkan surat perintah penahanan dalam waktu 48 jam setelah penangkapan Yoon, penyidik harus melepaskannya.
Penangkapan presiden yang sedang menjabat merupakan hal yang luar biasa bagi politik Korea Selatan. Meski Yoon telah ditangkap, krisis politik negara dinilai banyak pakar masih jauh dari selesai.
Penangkapan Yoon hanyalah salah satu fase dalam drama politik yang sedang berlangsung.
Kerumunan orang di luar rumah Yoon, Rabu pagi tadi, memperlihatkan perpecahan mendalam di negara tersebut.
Kerumunan anti-Yoon bersorak, bertepuk tangan, dan menyanyikan lagu “selamat dan perayaan” saat pengumuman penangkapannya.
Suasana di sisi lain benar-benar berbeda.
“Kami sangat kecewa dan marah, supremasi hukum telah dilanggar,” kata seorang pendukung Yoon kepada BBC.
Kebuntuan ini juga mempertemukan dua cabang kekuasaan eksekutif: aparat penegak hukum, yang dilengkapi surat perintah penangkapan resmi, dan staf keamanan presiden, yang membuat klaim berkewajiban melindungi presiden.
Sebelum mengumumkan darurat militer, kekuasaan Yoon melemah karena partai oposisi memegang mayoritas di parlemen.