Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Beda Pagar Bambu di Laut Tangerang dan Bekasi… Megapolitan 15 Januari 2025

Beda Pagar Bambu di Laut Tangerang dan Bekasi…
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        15 Januari 2025

Beda Pagar Bambu di Laut Tangerang dan Bekasi…
Editor
JAKARTA, KOMPAS.com
– Di ujung pantai utara Tangerang, pagar bambu yang diperkirakan sepanjang 30 kilometer berdiri kokoh, seolah membelah lautan dengan kesunyian yang penuh makna.
Dibangun dengan alasan melindungi garis pantai dari ancaman abrasi, pagar ini justru membawa gelombang protes dan pertanyaan dari para nelayan yang merasa hak hidup mereka dibatasi.
Sementara itu, di perairan Bekasi, deretan bambu serupa menjelma menjadi tanda keteraturan, bagian dari proyek ambisius yang menjanjikan penataan kawasan pelabuhan.
Anggota Komisi IV DPR, Riyono Caping, menyoroti dampak yang begitu luas dari pagar ini.
“Menurut data DKP Provinsi Banten, ada 3.888 nelayan dan 502 pembudidaya di kawasan tersebut,” jelas Riyono, Kamis (9/1/2025).
Jika dihitung dengan rata-rata jumlah anggota keluarga, maka ada sekitar 21.950 jiwa terkena dampak ekonomi akibat pemagaran laut ini.
Dengan tumpuan hidup pada laut, para nelayan kini menghadapi hambatan besar dalam mencari nafkah.
Tak hanya persoalan ekonomi, Riyono juga mengingatkan potensi kerusakan ekologis. Ia mengkritisi pembangunan tanpa izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL).
“Jika nantinya ada reklamasi tanpa izin yang sah, maka kerugian ekologis akan semakin besar,” kata Riyono.
Sementara itu, Ombudsman RI menemukan pagar laut ini bukan sekadar garis tunggal, melainkan berlapis membentuk labirin. Kondisi tersebut menambah lapisan misteri keberadaannya.
“Ini bukan kawasan PSN, tetapi ada pagar yang membatasi ruang gerak nelayan,” tegas Yeka Hendra Fatika, anggota Ombudsman RI.
Dengan kerugian nelayan mencapai Rp 8 miliar, Yeka mendesak agar pagar ini segera dicabut.
Namun, pagar ini memiliki sisi lain yang mengundang simpati. Jaringan Rakyat Pantura (JRP) menyebut pagar laut di Tangerang dibangun swadaya oleh masyarakat setempat untuk mencegah abrasi.
Humas JRP, Shandi Martha, mengatakan pagar laut tersebut bermanfaat bagi nelayan di sekitarnya karena menjadi habitat kerang yang dipanen oleh nelayan.
“Ada lho ternyata di situ kerang hijau yang tumbuh, nah ini kan memberikan penghasilan,” kata Shandi.
Karena manfaatnya itu, Shandi menyayangkan jika ada rencana pembongkaran oleh pemerintah.
“Pagar dibuat sekitar empat dan lima bulan lalu,” kata Shandi.
Sementara itu, Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan (DKP) Provinsi Banten, Eli Susanti, berujar, lokasi pagar laut di Pantai Utara, Kabupaten Tangerang, bukanlah daratan yang hilang akibat abrasi.
“Karena (lahan daratan) hilang abrasi ya, enggak apa-apa (ada yang klaim) sepanjang mereka bisa membuktikan, karena semua orang bisa mengeklaim seperti itu. Tinggal kita sama-sama bagaimana bisa membuktikan,” ujarnya Eli.
Pemerintah Provinsi Banten berpegang pada Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2023 yang menyatakan bahwa lokasi pagar laut tersebut adalah lautan.
Dalam Perda itu disebutkan bahwa pagar laut terletak pada beberapa zona pemanfaatan umum.
Zona itu mencakup zona perikanan tangkap, zona perikanan budidaya, zona pelabuhan perikanan, zona pelabuhan, dan zona pariwisata.
Pemprov Banten telah memberikan waktu 20 hari untuk membongkar pagar yang dianggap merugikan aktivitas warga dan nelayan pesisir Kabupaten Tangerang.
“Kemarin setelah tanggal 9 diberikan waktu 20 hari, kami masih menunggu sambil mengidentifikasi ini,” kata Eli.
Tak hanya Tangerang, di pesisir utara Bekasi, pagar bambu lain berdiri dengan cerita yang berbeda.
Video berdurasi 45 detik tersebut memperlihatkan ribuan batang bambu yang terpancang secara rapi di dua sudut wilayah Tarumajaya.
Dalam video itu, terlihat dua deretan bambu yang menopang gundukan tanah. Jejeran bambu, dengan hamparan perairan di tengahnya yang mirip sungai.
Tayum, seorang nelayan, menjelaskan bahwa bambu tersebut telah ada selama enam bulan terakhir.
“Iya, sudah enam bulan belakangan ini (keberadaan bambu misterius tersebut),” ujar Tayum saat dihubungi Kompas.com pada Senin (13/1/2025).
Namun, misteri keberadaan pagar laut tepat di Kampung Paljaya, Desa Segara Jaya, Tarumajaya, Kabupaten Bekasi terjawab dengan pernyataan dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat.
Pemprov Jawa Barat memastikan bahwa pagar tersebut merupakan bagian dari proyek pembangunan alur pelabuhan yang bekerja sama dengan PT Tunas Ruang Pelabuhan Nusantara (TRPN).
Proyek kerja sama yang dilakukan sejak Juni 2023 itu bertujuan untuk menata ulang kawasan pelabuhan perikanan di lokasi tersebut.
Kepala UPTD Pelabuhan Perikanan Muara Ciasem pada Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Barat, Ahman Kurniawan, menjelaskan, selain PT TRPN, PT Mega Agung Nusantara (MAN) juga terlibat dalam proyek ini.
“Dengan kesepakatan ini maka masing-masing kepentingan bisa berjalan. Kami dari DKP Jabar memiliki visi untuk penataan kawasan pelabuhannya,” ujar Ahman, Selasa (14/1/2025).
PT TRPN bertanggung jawab atas pembuatan alur pelabuhan di sisi kiri kawasan, sementara sisi kanan dikerjakan oleh PT Mega Agung Nusantara (MAN).
Dalam proyek ini, kawasan Satuan Pelayanan (Satpel) Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Paljaya yang seluas 7,4 hektar ditata ulang dengan anggaran sekitar Rp 200 miliar.
Proyek pembangunan alur pelabuhan membentang sepanjang lima kilometer, dengan kedalaman alur sekitar lima meter dari permukaan air dan lebar 70 meter.
Alur ini dirancang menjadi akses keluar-masuk kapal nelayan. Selain itu, dalam penataan ulang PPI Paljaya, terdapat tiga jenis fasilitas yang harus disediakan.
Ketiga fasilitas itu antara lain fasilitas pokok, penunjang, dan fungsional. Fasilitas pokok meliputi alur pelabuhan, dermaga, dan mercusuar.
Sementara untuk fasilitas penunjang meliputi perkantoran, fasilitas umum, kamar mandi, dan masjid.
Sedangkan fasilitas fungsional meliputi tempat pelelangan ikan, pasar ikan, pengolahan ikan, dan area docking kapal.
Dua pagar bambu ini berdiri di dua lokasi berbeda dengan cerita yang saling bertolak belakang.
Di Tangerang, pagar menjadi polemik, menyisakan tanda tanya akan manfaat atau kerugiannya.
Sementara di Bekasi, pagar ini menjadi bagian dari visi besar penataan kawasan perikanan.
Namun, apa pun ceritanya, harapan nelayan di dua wilayah tetap sama, yakni kehidupan lebih baik dari hasil laut yang mereka andalkan.
Lalu, apakah bambu-bambu ini akan menjadi penyelamat atau justru penghalang? Hanya waktu dan kebijakan yang mampu menjawabnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.