Jakarta, Beritasatu.com – Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar mengungkapkan alasan peralihan pengawasan dan pengaturan aset keuangan digital, termasuk kripto, dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke OJK.
Peralihan ini resmi berlaku sejak 10 Januari 2025, sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2024 tentang Strategi Nasional Perlindungan Konsumen.
Mahendra menjelaskan, langkah dilakukan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, mendalami pasar keuangan terintegrasi, dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap perlindungan konsumen di sektor keuangan digital.
“Kami berkomitmen agar transisi tugas pengaturan dan pengawasan dilakukan secara mulus untuk menghindari gejolak di pasar,” ujar Mahendra dalam konferensi pers daring, Selasa (14/1/2025).
Untuk mendukung pengawasan aset kripto yang seamless, OJK telah menerbitkan beberapa peraturan. Pertama, POJK Nomor 27 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Perdagangan Aset Keuangan Digital dan Kripto.
Kedua, SEOJK Nomor 20 Tahun 2024 tentang Mekanisme Pelaporan dan Pengawasan Aset Keuangan Digital. Ketiga, POJK Nomor 1 Tahun 2025 tentang Pengaturan Derivatif Keuangan Berbasis Efek (dalam proses administratif).
Mahendra menambahkan, OJK juga memperkenalkan sistem digital Sprint (Sistem Perizinan dan Registrasi Terintegrasi) untuk mempercepat perizinan dan pengawasan aset keuangan digital.
Mahendra menegaskan koordinasi dengan Bappebti telah dilakukan untuk memastikan ekosistem derivatif keuangan berkembang sesuai dengan kewenangan masing-masing.
Dengan peralihan ini, OJK berupaya menciptakan ekosistem keuangan digital yang lebih stabil, aman, dan terpercaya. Langkah peralihan pengawasan dan pengaturan aset keuangan digital, termasuk kripto, dari Bappebti ke OJK diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi pengembangan industri aset digital dan kepercayaan konsumen di Indonesia.