TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anggota Komisi X Fraksi PKB DPR RI Habib Syarief Muhammad Alaydus, merespons kasus siswa sekolah dasar (SD) di Kota Medan, Sumatera Utara yang dihukum belajar di lantai karena belum membayar tunggakan sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) selama tiga bulan.
Habib Syarief mengatakan, dirinya sangat prihatin dan sedih dengan terjadinya kasus tersebut.
Menurutnya terdapat bias paradigmatik dalam memandang sebuah peraturan. Seolah-olah sanksi harus segera diterapkan ketika terjadi sebuah pelanggaran.
“Saya sedih dan prihatin. Kasus ini harus menjadi pelajaran bagi semua sekolah, baik negeri maupun swasta. Kasus seperti itu tidak boleh terjadi lagi,” kata Habib Syarief kepada wartawan, Senin (13/1/2025).
Habib Syarief mengatakan, tujuan hukum tidak hanya soal kepastian hukum, namun ada kemanfaatan dan keadilan.
Maka sebaiknya sekolah dapat mempertimbangkan respons yang diberikan dengan berdasarkan kemanfaatan, terutama bagi siswa didik.
“Tidaklah layak bila siswa SD diperlakukan seperti itu hanya gara-gara belum membayar tunggakan SPP,” ujarnya.
Memang, kata dia, siswa SD itu tidak mendapatkan kekerasan fisik, tapi mental anak itu terluka dengan hukuman belajar di lantai. Siswa itu pasti malu mendapatkan hukum di depan siswa lainnya.
Menurutnya, siswa tersebut sama saja dipermalukan di depan teman-temannya. Jelas hal itu sangat menyakitkan bagi jiwa anak yang mendapat hukuman tersebut.
Padahal, lanjut legislator asal Dapil Jawa Barat I itu, pembayaran SPP merupakan urusan dan tanggung jawab orang dewasa, bukan urusan anak-anak. Jadi, SPP menjadi urusan orang tua siswa dan sekolah.
“Tugas anak itu belajar, bukan memikirkan SPP. Sekolah harus memperlakukan semua siswa dengan perlakuan yang sama,” ucapnya.
Jika ada siswa yang belum membayar SPP, kata Habib Syarief, sekolah seharusnya berbicara baik-baik dengan orang tua siswa.
Kalau orang tua siswa betul-betul tidak bisa membayar, karena tidak mempunyai uang, maka hal itu bisa dilaporkan ke dinas pendidikan.
Apalagi, siswa tersebut adalah penerima dana Program Indonesia Pintar (PIP). Hanya saja pada akhir 2024, dana PIP belum cair. Jadi, seharusnya pihak sekolah bisa menunggu pencairan PIP dari pemerintah.
“Masalah itu sebenarnya bisa diselesaikan dengan komunikasi antara pihak sekolah dengan orang tua dan dinas pendidikan,” ujarnya.
Lebih lanjut, dia berharap tidak ada lagi sekolah yang menghukum siswanya karena belum membayar SPP.
Sekolah harus lebih bijak mengatasi persoalan pendidikan, sehingga tidak mengorbankan anak.
“Semua anak berhak mendapatkan pendidik yang layak. Presiden Prabowo memberikan perhatian serius terhadap kemajuan pendidikan di Indonesia,” pungkasnya.
Seperti diberitakan, siswa kelas IV SD swasta di Kota Medan, inisial MA, dihukum belajar di lantai oleh gurunya karena belum membayar tunggakan sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) selama 3 bulan.
Kekinian, uang SPP siswa tersebut dilunasi oleh Partai Gerindra Sumut. Siswa tersebut berikan beasiswa hingga tamat SMA usai videonya viral.