TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Darso (43) pria asal Purwosari, Mijen, Kota Semarang yang meninggal dunia diduga akibat dihajar oleh enam polisi sempat membuat pengakuan kepada adiknya.
Pengakuan tersebut yakni Darson tidak terima dipukuli oleh polisi lantaran adanya kejadian kecelakaan lalu lintas.
“Darso bilang ke saya dipukuli di bagian dada oleh enam orang polisi asal Yogyakarta, dia dipukuli karena kasus kecelakaan lalu lintas di sana (Yogyakarta),” kata Tocahyo (34) adik kandung Darso saat ditemui di Purwosari, Mijen, Sabtu (11/1/2025).
Darso yang merupakan seorang sopir rental ini dijemput di rumahnya oleh enam polisi pada Sabtu, 21 September 2024.
Dia dijemput paksa akibat kejadian lalu lintas pada Juli 2024 silam.
Selepas kejadian itu, Darso sempat meminjam uang kepada Tocahyo untuk pergi ke Jakarta.
Selang dua bulan, Darso kembali ke rumahnya di Purwosari Mijen sekitar pertengahan September 2024.
“Baru di rumah seminggu, saya lalu dapat kabar kalau Darso masuk rumah sakit, ” terangnya.
Selang sembilan hari kemudian atau pada 29 September 2024, Darso menghembuskan nafas terakhirnya. Namun, sebelum meninggal dunia, Darso sempat memberikan keterangan kepada keluarganya bahwa telah dianiaya polisi. Keterangan Darso juga sempat direkam keluarga lewat video.
“Di rumah sebelum meninggal dunia, dia bilang ke saya kalau ingin menuntut oknum itu. Karena merasa tersakiti, dianiaya polisi,” paparnya.
Tocahyo menyebut, tidak mengetahui persis soal kecelakaan lalu lintas yang dialami kakak kandungnya di Yogyakarta. Detail kecelakaan mobil ini juga masih ditelusuri oleh keluarga.
“Pas datang ke rumah saya cuma bilang habis kecelakaan di Yogyakarta tapi tidak cerita detil. Yang ditabrak siapa, orang mana, tidak cerita,” katanya.
Korban juga sempat ceritanya ke Yogyakarta bersama dua orang pria berinisial F dan T. Pria berinisial T adalah seorang kepala desa di Boja Kendal dan memiliki istri polisi.
“Saya juga tidak sempat tanya kenapa dua orang itu tidak membantu Darso,” terangnya.
Keluarga dari awal ingin mengusut kasus ini tetapi ada seorang anggota Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) berinisial DN menjanjikan akan membantu melakukan mediasi dengan para polisi tersebut. Namun, mediasi tak jelas juntrungannya sehingga keluarga memilih mengurus kasus itu sendiri.
“Karena terlalu lama, berlarut-larut saya takut nanti kasusnya hilang. Makanya saya ambil alih,” ujarnya.
Pihaknya menolak keluarga menolak damai. “Kami maunya keadilan, sesuai amanat almarhum,” jelasnya.
Kuasa hukum keluarga korban, Antoni Yudha Timor mengatakan, telah melaporkan dugaan tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan kematian yang sebagaimana diatur dalam pasal 351 ayat 3 KUHP junto pasal 170 yang diduga dilakukan oleh oknum dari Satlantas Polresta Yogyakarta di SPKT Polda Jateng pada Jumat (10/1/2025) malam.
Terlapor yakni anggota Satlantas Polresta Yogyakarta berinisial I.
Dalam pelaporan tersebut, mereka sudah membawa sejumlah bukti seperti hasil rontgen gesernya ring jantung korban, foto dan video serta bukti-bukti lainnya.
Termasuk saksi dari keluarga korban.
“Dia anggota aktif. Sementara 1 dulu yang dilaporkan tapi dugaan ada 6 orang yang melakukan penganiayaan,” ujarnya.
Kepala Bidang Humas (Kabid Humas) Kombes Artanto mengatakan, laporan tersebut sudah diterima dan telah dibuatkan laporan polisinya untuk segera ditindaklanjuti oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum).
“Terkait dengan anggota Polda DIY, Masih dilakukan penyelidikan terlebih dahulu,” tandasnya. (Iwn)