Jakarta (ANTARA) – Sebagai operator pangan, sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2021 tentang Badan Pangan Nasional, kehadiran dan keberadaan BUMN pangan yakni Perum Bulog, benar-benar sangat strategis.
Perum Bulog diharapkan tampil selaku perusahaan parastatal yang dapat mengokohkan cadangan pangan Pemerintah melalui pengadaan gabah/beras setinggi-tingginya. Perum Bulog perlu motekar (kosakata dalam bahasa Sunda yang bermakna kreatif) dalam melahirkan terobosan cerdas dan inovatif.
Itu sebabnya, wajar jika Pemerintah selalu mendorong Perum Bulog untuk meningkatkan serapan gabah/beras.
Penyerapan gabah/beras itu perlu dioptimalkan, terutama pada saat panen raya berlangsung. Hal itu disampaikan Badan Pangan Nasional (Bapanas) melalui akun Instagramnya.
Lebih jelasnya berbunyi, “Sobat Pangan, Pemerintah melalui Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) terus mendorong Perum Bulog untuk mengoptimalkan serapan gabah/beras petani pada saat panen raya”.
Apa yang dilakukan Perum Bulog dalam menggeber penyerapan gabah petani mengingatkan penulis pada kejadian sekitar 44 tahun lalu.
Saat itu, Bulog melakukan kerja sama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) untuk mempercepat penyerapan gabah petani.
Kerja sama tersebut diwujudkan dengan membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pengadaan Pangan Dalam Negeri. Banyak mahasiswa yang dilibatkan sebagai operatornya di lapangan.
Lebih dari 4 dekade lalu, sebagai mahasiswa jurusan Sosial Ekonomi Pertanian IPB, penulis terlibat aktif dalam proses satgas tersebut.
Selama sebulan penuh, para mahasiswa IPB bersama petugas Bulog turun ke sawah untuk membeli langsung gabah petani.
Seiring dengan itu, dilakukan pula pencerahan soal Bulog. Digambarkan Bulog bukan tengkulak. Bulog adalah sahabat petani. Itu sebabnya, Bulog berkewajiban membantu petani untuk memperoleh harga wajar pada saat panen raya tiba.
Pencerahan petugas Bulog bersama mahasiswa IPB kepada para petani ini betul-betul sangat efektif sehingga hasil pengadaan gabah/beras dalam negeri berhasil sesuai target yang ditetapkan.
Satgas Pengadaan Pangan memang bukan sekadar mencari gabah/beras para petani, melainkan juga sebagai media untuk menyosialisasikan berbagai kebijakan Pemerintah di bidang pangan, khususnya pergabahan dan perberasan.
Satgas berkiprah juga sebagai penyuluh yang berkomunikasi dengan petani di lapangan.
Pengalaman ini, tentu cukup penting disuarakan kembali saat ini. Langkah Perum Bulog jemput gabah/beras petani sebetulnya telah digarap Bulog bekerja sama dengan IPB sekitar 44 tahun lalu.
Artinya, kalau 44 tahun lalu Bulog membentuk satgas, apa tidak mungkin, sekarang ini pun Perum Bulog bersama beberapa perguruan tinggi kembali membangun kerja sama untuk menerjunkan para mahasiswanya menjemput gabah/beras para petani.
Perum Bulog, misalnya, bisa menugaskan Divre Jawa Barat untuk bekerja sama dengan perguruan tinggi seperti IPB, Universitas Padjadjaran, atau yang lain guna menggarap pengadaan di sentra-sentra produksi padi seperti Karawang, Subang, dan Indramayu.
Di Jawa Tengah, divisi regional (divre) bisa bekerja sama dengan UGM dan perguruan tinggi lainnya. Begitu pun di Jawa Timur, dapat dibuat kerja sama Divre Jawa Timur dengan Universitas Brawijaya, Universitas Jember, dan lain sebagainya. Hal yang sama, dapat ditempuh di sentra-sentra produksi padi lainnya.
Kemitraan seperti ini perlu digarap agar Perum Bulog mendapat dukungan langsung dari kalangan akademisi untuk mengoptimalkan keberadaan Perum Bulog dalam menjalankan peran utamanya sebagai operator pangan.
Yang harus dihindari adalah tampilnya Perum Bulog hanya sebagai pedagang yang akan membeli gabah/beras petani sematatanpa memosisikan BUMN ini sebagai lembaga pangan yang memiliki tanggung jawab sosial.
Copyright © ANTARA 2024