TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kemunculan pagar misterius di pesisir Kabupaten Tangerang, Banten, tengah menjadi perbincangan publik.
Pagar tersebut membentang sekira 30 Km dari pesisir Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Banten hingga pesisir Desa Kronjo, Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang, Banten.
Pantauan Tribunnews, Jumat (10/1/2025) kemarin, pagar yang dipasang memanjang tersebut berada sekira 1 Km dari daratan Desa Kronjo.
Pagar itu terbuat dari ratusan lebih bambu berukuran besar yang dipasang sejajar.
Belum diketahui siapa yang memasang pagar di tengah laut tersebut.
Jajaran bambu tersebut seperti dipasang sebagai patok wilayah dikarenakan pemasangannya membentuk sebuah area.
Jika dilihat dari dekat, bagian atas dari beberapa di antara baris-baris bambu itu ada yang dibuat membentuk jalan, sehingga bisa dipijak oleh seseorang yang ingin berjalan di atasnya.
Surwan, warga sekitar yang tinggal di kawasan wisata Mangrove Desa Konjo, mengatakan pagar-pagar itu dipasang sejak dua hingga tiga bulan lalu.
Tak ada yang tahu secara pasti kapan pagar di tengah perairan Kabupaten Tangerang itu dibuat.
Surwan hanya menyebut, pagar yang disebut oleh warga sekitar dengan sebutan “cerucuk” itu digarap pada malam hari.
Ia juga menyampaikan, warga sekitar tidak dilibatkan dalam hal pembangunan deretan pagar di tengah laut itu.
“Iya dipasangnya malam. Jadi nelayan yang melaut dari sehari sebelumnya itu, pas pulang ada yang menabrak pagar itu, karena belum tahu di situ ada pagar,” kata Surwan.
Pagar laut misterius yang berada di pesisir Desa Kronjo, Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang, Banten, Jumat (10/1/2025). Pagar tersebut adalah bagian dari pagar laut sepanjang 30,16 Kilometer di perairan Tangerang. (Tribunnews.com/Ibriza Fasti Ifhami)
Surwan yang dikenal sebagai ulama setempat itu mengatakan, keberadaan pagar di tengah laut itu mengganggu aktivitas para nelayan yang melaut.
Katanya, setelah adanya pagar tersebut, pergerakan nelayan-nelayan Kronjo terganggu karena tidak bisa melajukan kapalnya secara bebas seperti sebelum pagar-pagar itu dipasang.
Pasalnya, pagar-pagar tersebut dipasang melintang dan hanya menyisakan sebuah jalur lurus seperti gang untuk kapal-kapal bisa lewat.
“Masalahnya, pagar-pagar itu mengharuskan kapal-kapal nelayan maju lebih jauh untuk bisa sampai ke jalur yang bisa dilintasi. Itu kan makan solar lebih banyak,” jelasnya.
Bahkan, katanya, sebagian nelayan yang merasa kesal harus melaut lebih jauh mau tidak mau menabrak pagar-pagar itu menggunakan kapal yang mereka tumpangi.
Protes pembangunan pagar di tengah laut itu juga disampaikan warga lainnya yang berprofesi sebagai nelayan, Heru.
Ia mengatakan nelayan yang menggunakan kapal kecil pasti mencari ikan di sekitar tempat pagar itu dipasang.
Hal itu lantaran hanya kapal-kapal besar yang mampu mencari ikan hingga ke tengah laut yang lebih jauh.
Apalagi area dibangunnya pagar-pagar tersebut terkenal sebagai salah satu spot terbaik untuk mencari ikan.
Jenis-jenis ikan yang ada di sekitar perairan itu, di antaranya ikan kakap, ikan barakuda, dan ikan kerapu.
Alhasil, situasi yang ada mengganggu aktivitas mencari ikan yang dilakukan para nelayan.
“Beberapa alat pancing saya, khusus untuk ikan, ada yang enggak bisa terpakai karena pasti nyangkut di bambu-bambu itu karena terbawa ombak,” ungkap Heru, saat ditemui Tribun.
Karena hal tersebut, kata Heru, yang masih memungkinkan dilakukannya adalah mencari kerang hijau lantaran menggunakan alat pancing yang berbeda.
Heru menjelaskan awal dia menyadari adanya pembangunan pagar di tengah laut Kabupaten Tangerang itu.
Menurutnya, sekitar 2 hingga 3 bulan yang lalu sekira lima truk berukuran besar membawa bambu-bambu untuk diletakkan di pesisir Pulau Cangkir, Desa Kronjo, Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang, Banten.
Selain itu, ada juga beberapa pekerja yang bertugas menurunkan bambu-bambu tersebut dari truk-truk, membawanya ke tengah laut menggunakan perahu, hingga memasangnya membentuk pagar.
“Saya sempat tanya ke pekerja-pekerja itu, ‘ini untuk apa?’. Kata mereka untuk buat pagar di tengah laut,” jelasnya.
Mendengar hal tersebut, Heru mengaku aneh membayangkan pagar akan dipasang di tengah laut. Hal itu dikarenakan kawasan tersebut milik rakyat.
Diduga untuk PIK 2
Sejumlah masyarakat mengaku tidak dilibatkan dalam hal perencanaan pembangunan pagar misterius di tengah perairan Kabupaten Tangerang, Banten.
Berdasarkan sumber Tribunnews, pembangunan pagar di tengah laut tersebut diduga untuk pembangunan proyek strategis nasional (PSN) di Pantai Indah Kapuk (PIK) 2.
Pihak PT Agung Sedayu Group yang diketahui sebagai pengembang proyek pembangunan PIK 2 disebut telah beberapa kali melakukan pertemuan dengan pejabat pemerintahan setempat diduga untuk memuluskan pembangunan proyek ini.
Meskipun pembangunan pagar di tengah laut Kabupaten Tangerang ini mendapatkan protes dari masyarakat setempat, namun pengerjaannya tetap dilanjutkan.
Beberapa sumber membenarkan adanya perselisihan antara masyarakat dengan pejabat setempat seperti pimpinan serikat nelayan dan kepala desa setempat yang disebut ikut mendukung pembangunan PIK 2.
Sebagaimana poster berukuran kertas A3 berlatar merah yang ditempel di beberapa bangunan kediaman warga di Desa Krojo, Kecamatan Krojo, Kabupaten Tangerang, Banten.
Terdapat kalimat protes dari masyarakat yang menolak pembangunan proyek strategi nasional tersebut.
Adapun pada poster tersebut tertulis kalimat “Cukup sudah perampasan tanah rakyat dengan dalih PSN. Rakyat Banten sudah mulai marah dan melawan. Kembalikan tanah rakyat!”.
Selain itu, hal itu diperkuat oleh cerita seorang warga yang mendapatkan imbauan dari aparat penegak hukum setempat untuk berhati-hati jika sewaktu-waktu tempat tinggal dan tempat usaha mereka mulai digarap untuk pembangunan PSN PIK 2.
Beberapa warga mengaku khawatir jika harus kehilangan tempat tinggal dan tempat usaha mereka karena adanya proyek tersebut.
Apalagi sebagian lahan di daerah pesisir Kabupaten Tangerang hanya berstatus hak guna usaha (HGU).(tribun network/ibr/dod)