PT BUKAlapak.com Tbk (BUKA) resmi menutup layanan marketplace jual beli Produk Fisik dan fokus pada layanan Produk Virtual. Nantinya, Minggu, 9 Februari 2025 pukul 23:59 WIB akan menjadi tanggal terakhir pembeli dapat membuat pesanan di Bukalapak.
“Kami ingin menginformasikan bahwa Bukalapak akan menjalani transformasi dalam upaya meningkatkan fokus pada Produk Virtual. Sebagai bagian dari langkah strategis ini, kami akan menghentikan operasional penjualan Produk Fisik di marketplace Bukalapak,” tulis Bukalapak di blog resminya, dikutip Jumat (10/1).
Daftar pemilik Saham BUKA
Dari data terbaru per Desember 2024, diketahui BUKA dimiliki publik sebesar 50,51%, PT Kreatif Media Karya (KMK) sebesar 24,62%, Citibank Hongkong 13,03%, dan The Northern Trust Company 9,44%.
Sisanya, diketahui CEO Bukalapak Willix Halim memiliki total 1,40% saham BUKA, disusul CEO Komisaris BUKA yaitu Adi Wardhana Sariaatmadja memiliki 0,75%.
Kemudian, mantan direktur Bukalapak yang mengundurkan diri pada 30 September 2024, Teddy Nuryanto Oetomo memiliki 0,15% saham BUKA. Selanjutnya ada Howard Nugraha Gani 0,04%, Natalia Firmansyah 0,03%, dan Victor Putra Lesmana 0,02%.
Sebagai catatan, Bukalapak menetapkan harga pelaksanaan IPO sebesar Rp850 per saham dan menghasilkan dana sekitar Rp21,9 triliun dari aksi korporasi tersebut.
Harga IPO tersebut berada di batas atas karena Bukalapak sebelumnya menawarkan kisaran harga Rp750–Rp850 selama periode bookbuilding.
Selain menjadi unicorn pertama yang tercatat di BEI, penghimpunan dana oleh Bukalapak ini juga mencetak rekor IPO terbesar sepanjang sejarah di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Kondisi keuangan Bukalapak
Bukalapak mengumumkan kerugian periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp597,35 miliar untuk sembilan bulan pertama 2024. Kerugian ini lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp776,22 miliar.
Dalam laporan keuangan, BUKA mencatatkan pendapatan neto sebesar Rp3,39 triliun pada Januari–September 2024. Naik jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya Rp2,24 triliun, dengan pertumbuhan utama berasal dari segmen marketplace dan online to offline.
Sementara itu, pendapatan BUKA tercatat Rp1,74 triliun hingga akhir September 2024, sedikit meningkat dari Rp1,73 triliun pada periode yang sama tahun lalu.
Pendapatan dari bisnis online to offline naik dari Rp1,59 triliun menjadi Rp1,66 triliun, tapi segmen pengadaan mencatatkan nol pendapatan tahun ini, berbeda dengan Rp11,09 miliar pada tahun lalu.
Kenaikan beban pokok pendapatan dan beban operasi lainnya menyebabkan rugi usaha Bukalapak meningkat dari Rp1,29 triliun menjadi Rp1,32 triliun.
Bukalapak ubah strategi bisnis
Bukalapak mengungkapkan seiring penghentian layanan Produk Fisik, nantinya akan berdampak kepada sejumlah karyawan di seluruh ekosistem usaha perseroan.
Dalam pelaksanaannya, perseroan akan memastikan pemenuhan seluruh hak dan kompensasi para karyawan yang terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK) sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Manajemen perseroan percaya bahwa dengan berfokus pada layanan Produk Virtual serta lini bisnis yang telah dikembangkan selama beberapa tahun terakhir, perseroan dapat memperkuat posisinya dalam ekosistem digital serta memberikan layanan terbaik kepada pengguna,” ujar manajemen Bukalapak.
Langkah tersebut diyakini sebagai strategi jangka panjang Bukalapak untuk terus relevan dan kompetitif di industri agar dapat menciptakan nilai bagi para pemangku kepentingan perseroan, terutama pemegang saham BUKA.
Adapun kontribusi layanan Produk Fisik disebutkan hanya sekitar 3% dari seluruh pendapatan Bukalapak sehingga penghentian layanan tersebut tidak memiliki dampak yang merugikan terhadap kelangsungan usaha.
“Sebaliknya, penghentian layanan Produk Fisik mendukung upaya perseroan untuk mencapai EBITDA positif,” tulis manajemen.
Penghentian layanan Produk Fisik juga merupakan bagian dari langkah berkesinambungan yang terus menerus dilakukan oleh Bukalapak untuk memastikan bahwa seluruh unit bisnis di dalam grup perseroan fokus pada tujuan untuk membangun perusahaan yang dapat menciptakan nilai di masa depan serta manfaat terbaik kepada para pemangku kepentingan.