Jakarta, CNN Indonesia —
Maskapai Jeju Air disebut jarang melakukan maintenance atau perawatan menyeluruh terhadap pesawat-pesawatnya karena hanya menghabiskan waktu 28 menit ketika sedang melakukan pemeriksaan.
The Korea Times melaporkan pemeliharaan dalam kurun waktu 28 menit merupakan waktu minimum sebuah maskapai melakukan pengecekan terhadap pesawat. Batas waktu ini ditetapkan oleh pemerintah Korea Selatan.
Kendati begitu, maskapai-maskapai besar tidak ada yang memeriksa pesawat dengan waktu sekitar setengah jam. Menurut sejumlah mekanik, 28 menit tak cukup untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap armada pesawat.
“Waktu perawatan 28 menit hampir tidak cukup untuk memeriksa lampu peringatan kokpit dan memeriksa secara visual bagian luar untuk mengetahui adanya kerusakan. Kurun waktu ini pada dasarnya hanyalah penelusuran, bukan inspeksi mendetail,” kata seorang mantan mekanik dengan pengalaman lebih dari 10 tahun memeriksa Boeing 737 di maskapai bertarif rendah (LCC), dilansir dari the Korea Times.
Jeju Air termasuk di antara maskapai bertarif rendah yang beroperasi di Korea Selatan. Maskapai-maskapai LCC seperti ini sering kali memangkas waktu perawatan pesawat demi meraup keuntungan dengan terus mengoperasikan armada.
Sehari sebelum kecelakaan, pesawat Jeju Air tercatat melakukan penerbangan yang menghubungkan empat kota internasional tanpa jeda yang signifikan.
Pesawat itu terbang dari Muan ke Kota Kinabalu Malaysia, Nagasaki Jepang, Taipei Taiwan, dan Bangkok Thailand.
Padahal, menurut standar industri, pesawat butuh waktu untuk perawatan, pembersihan, dan pengisian bahan bakar di antara penerbangan.
Kendati begitu, pada 27 November, penerbangan Jeju Air tercatat menghabiskan 62 menit di Bandara Internasional Muan sebelum berangkat ke Kinabalu sehingga alokasi waktu untuk pemeriksaan cuma sekitar 28-30 menit.
Para kritikus pun khawatir bahwa Jeju Air dan LCC lainnya lebih memprioritaskan operasional daripada keamanan pesawat.
Pernah dipakai Ryanair
Pesawat Jeju Air yang terlibat kecelakaan pada Minggu (29/12) ternyata juga pernah digunakan oleh Ryanair, maskapai bertarif rendah Eropa yang dikenal memiliki jadwal penerbangan agresif.
Ryanair selama ini dikenal melakukan perawatan armada dengan sangat minimal. Hal ini pun membuat para kritikus curiga bahwa Boeing 737 yang diakuisisi Jeju Air punya pengalaman buruk selama dioperasikan Ryanair.
“Ryanair terkenal dengan penerbangan yang padat dan mungkin telah menggunakan pesawat ini secara berlebihan selama pelayanannya. Pesawat tersebut mungkin sudah mencapai batas kemampuannya sebelum Jeju Air mengakuisisinya,” kata orang dalam industri tersebut.
Tragedi pada Minggu yang menewaskan 179 orang telah memicu kembali perdebatan mengenai apakah waktu pemeliharaan yang ditetapkan pemerintah cukup untuk memastikan keselamatan.
Para kritikus berpendapat standar 28 menit belum mampu untuk mengidentifikasi masalah potensial pada pesawat.
Seorang mantan kepala pemeliharaan di sebuah maskapai besar mengatakan pemeriksaan selama 28 menit bak cuma mengoleskan perban. Batas waktu itu “belum bisa memperhitungkan potensi gangguan yang tersembunyi.”
(blq/bac)