Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Kaprodi Anestesiologi FK Undip dan Tersangka Kasus Pemerasan Mahasiswi PPDS Terancam 9 Tahun Penjara – Halaman all

Kaprodi Anestesiologi FK Undip dan Tersangka Kasus Pemerasan Mahasiswi PPDS Terancam 9 Tahun Penjara – Halaman all

TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG – Tiga orang tersangka dalam dalam kasus pemerasan terhadap dr Aulia Risma Lestari, mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Jawa Tengah, terancam hukuman 9 tahun penjara.

Tiga orang yang telah ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus itu yakni; TEN (pria) Ketua Program Studi (Prodi) Anestesiologi Fakultas Kedokteran (FK) Undip, SM (perempuan) kepala staf medis kependidikan prodi Anestesiologi Undip, dan ZYA (perempuan) yang merupakan senior dari dr Aulia.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Jateng Kombes Pol Artanto mengatakan ketiga tersangka itu dijerat tiga pasal berlapis, meliputi kasus pemerasan pasal 368 ayat 1 KUHP, penipuan pasal 378 KUHP, pasal 335 soal pengancaman atau teror terhadap orang lain.

“Untuk ancaman hukumannya maksimal 9 tahun,” ujar Artanto dalam jumpa pers di Mapolda Jateng, Selasa (24/12/2024).

Selain menetapkan tiga orang tersangka, penyidik di Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Tengah juga menyita sejumlah barang bukti.

Barang bukti yang disita itu di antaranya adalah uang sebesar Rp97.770.000. 

“Dari ketiga tersangka kami menyita barang bukti sebesar Rp97.770.000. Hasil dari rangkaian dari peristiwa tersebut,” kata Kombes Pol Artanto.

Kombes Pol Artanto juga menjelaskan peran ketiga tersangka dalam kasus pemerasan yang berujung kematian dr Aulia Risma Lestari itu.

Dijelaskan Artanto, dalam kasus ini TEN memanfaatkan senioritasnya di kalangan PPDS untuk meminta uang Biaya Operasional Pendidikan (BOP) yang tidak diatur dalam akademik.

Sementara SM turut serta meminta uang BOP yang tidak diatur akademi dengan meminta langsung ke bendahara PPDS.

Kemudian tersangka ZYA dikenal sebagai senior korban yang paling aktif membuat aturan, melakukan bullying dan makian. 

Meski tiga orang telah menjadi tersangka, Artanto menyebut mereka belum ditahan karena masih menunggu keputusan penyidik. 

Alasan lainnya, ketiga tersangka juga dinilai kooperatif. 

“Iya belum (ditahan) itu pertimbangan penyidik. (Kapan ditahan?) Nanti nunggu penyidik,” katanya.

Kasus pemerasan terhadap dr Aulia Risma Lestari ini sudah bergulir sejak 4 September 2024 ketika ibunda Risma Nuzmatun Malinah melaporkan kasus itu ke Polda Jawa Tengah. 

Kasus ini menjadi perbincangan setelah dr Aulia Risma Lestari ditemukan tewas di kamar kosnya di Kota Semarang, pada Senin (12/8/2024).

Dokter Aulia mengakhiri hidupnya diduga karena tak kuat menjalani PPDS Anestesi di Undip.

Menurut sumber yang tak ingin disebutkan identitasnya, korban diduga mengakhiri hidup dengan menyuntikkan obat bius jenis Roculax ke tubuhnya sendiri.

“Korban diduga melakukan bunuh diri dengan menyuntikkan Roculax di kamar kosnya,” katanya kepada TribunJateng.com, Rabu (14/8/2024).

dr Aulia adalah seorang dokter di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kardinah Kota Tegal yang sedang menjalani tugas belajar sebagai peserta PPDS Anestesi Undip.

Tante Dokter Aulia, Vieta mengatakan, keponakannya kerap mendapat tekanan dari senior selama masa pendidikan dokter spesialis.

Bahkan, dokter Aulia sering diminta membelikan rokok tengah malam dan menyiapkan makanan untuk senior dengan biaya pribadi.

Belakangan beredar rekaman suara diduga Dokter Aulia saat menjalani PPDS Anestesi di Undip.

Rekaman suara itu ditujukan untuk ayahnya, Mohamad Fakhruri (65). 

Pesan suara itu dikirimkan Dokter Aulia melalui pesan WhatsApp.

Dalam rekaman itu, terdengar suara tangisan Dokter Aulia yang tidak kuat menjalani PPDS.

Kasus ini kemudian dilaporkan ke polisi selang hampir satu bulan sejak kematian dokter Aulia di kamar kosnya di Lempongsari, Kota Semarang, pada 15 Agustus 2024.

Polisi lantas menetapkan tersangka selepas memeriksa sebanyak 36 saksi.

Kuasa hukum keluarga Risma, Misyal Achmad mengaku cukup puas dengan penetapan tiga tersangka tersebut.

Menurut dia, dari tiga tersangka itu Kaprodi adalah sosok yang paling harus bertanggung jawab karena dia dibayar oleh negara untuk mengawal pendidikan, tapi justru membiarkan hal-hal yang tidak pantas tersebut terjadi.

Kemudian tersangka lainnya dari bagian keuangan itu yang mengumpulkan uang-uang dari mahasiswa PPDS. 

Tersangka ketiga dari sesama residen atau senior korban saat menempuh pendidikan. 

“Kami dari keluarga sudah cukup puas, tinggal nanti dikembangkan karena memang kalau saya lihat dapat informasinya itu ada lebih dari satu residen,” paparnya.

Kendati demikian, pihaknya menyayangkan sikap pihak kepolisian yang belum menahan ketiga tersangka.

Ia mengakui penahanan tersebut memang wewenang kepolisian, terutama untuk kasus dengan ancaman hukuman di bawah lima tahun.

Namun, dia berharap para tersangka segera ditahan karena berpotensi menghilangkan barang bukti mengingat proses kasusnya cukup lama.

“Kami berharap pihak Polda segera melakukan penahanan untuk menjaga supaya tidak ada barang bukti lainnya yang bisa ihilangkan,” katanya.

Tribun telah mengkonfirmasi kejadian tersebut kepada Rektor Universitas Diponegoro (UNDIP), Suharnomo melalui layanan pesan singkat. 

Namun, konfirmasi tersebut belum direspons.