Jakarta, CNN Indonesia —
Center of Economic and Law Studies (CELIOS) mendesak Presiden Prabowo Subianto menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk membatalkan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) ke 12 persen mulai 1 Januari 2025.
Direktur Hukum CELIOS Mhd Zakiul Fikri mengatakan langkah tersebut perlu diambil Prabowo untuk mencegah dampak buruk kenaikan PPN bagi ekonomi dan masyarakat.
“Penerbitan perppu menjadi solusi cepat mengatasi permasalahan hukum dan ekonomi, terutama saat DPR sedang reses,” katanya dalam keterangan tertulis, Selasa (24/12).
Zakiul mengatakan pemerintah sebenarnya bisa saja mengevaluasi kenaikan PPN dengan menurunkannya hingga 5 persen atau menaikkannya hingga maksimum 15 persen.
Ketentuan itu diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) pasal 7 Ayat (3) pada Bab IV.
Namun, revisi tarif PPN memakan proses yang panjang dan rumit karena pemerintah harus merembukkannnya dengan DPR. Apalagi DPR sedang berada pada masa reses dari 6 Desember 2024 sampai 15 Januari 2025 mendatang sehingga tidak mungkin persoalan PPN dibicarakan bersama dalam waktu dekat.
“Oleh sebab itu, terhadap perintah Pasal 7 ayat (1) Bab IV Pasal 4 Angka 2 UU HPP 2021, pemerintah wajib menganulirnya melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu),” katanya.
Keberadaan perppu dalam politik regulasi Indonesia selama 10 tahun terakhir, sambungnya, bukanlah hal langka. Semasa pemerintahan Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi) ada delapan jenis perppu dengan berbagai alasan mendesak yang berbeda telah diterbitkan.
Delapan perppu tersebut yakni Perppu Nomor 1 Tahun 2015 tentang TIPIKOR; Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak; Perppu Nomor 1 Tahun 2017 tentang Kepentingan Pajak; Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Ormas; Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan
Keuangan Negara di Kala Pandemi; Perppu Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pilkada, Perppu Nomor 1 Tahun 2022 tentang Pemilu, dan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Zakiul mengatakan jika Prabowo tak mengeluarkan perppu dan PPN tetap naik ke 12 persen mulai tahun depan maka kelas menengah diprediksi mengalami penambahan pengeluaran hingga Rp354.293 per bulan atau Rp4,2 juta per tahun.
Sementara, keluarga miskin diprediksi menanggung kenaikan pengeluaran hingga Rp101.880 per bulan atau Rp1,2 juta per tahun.
“Kian mencekik bagi masyarakat karena meningkatnya jumlah pengeluaran berbanding terbalik dengan peningkatan pemasukan dari gaji bulanan yang rata-rata hanya tumbuh 3,5 persen per tahun,” katanya.
(lau/sfr)