Jakarta, CNN Indonesia —
Dalam lawatannya di Republik Rakyat Tiongkok (RRT), Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Perkasa Roeslani juga melakukan pertemuan dengan delapan perusahaan.
Pertemuan yang dilakukan di Hangzhou, Quzhou dan Beijing pada 8-20 Desember 2024 ini, Rosan berhasil membukukan total komitmen investasi baru sebesar US$7,46 miliar atau setara dengan Rp120 triliun.
Salah satu pertemuan itu dilakukan di di fasilitas produksi Geely Auto Group yang membahas potensi investasi dalam pengembangan industri otomotif di Indonesia.
Geely merupakan salah satu produsen otomotif global terkemuka dan pemegang saham di beberapa merek mobil terkenal Eropa, di antaranya Volvo, Daimler, dan Lotus.
Selain itu, di Asia Tenggara, Geely menjadi pemegang saham minoritas Proton. Kemudian, saat ini Geely telah berkomitmen melakukan kerja sama perakitan industri mobil listrik dengan perusahaan Indonesia.
“Kami menyambut baik ajakan untuk pengembangan industri otomotif di Indonesia. Kami juga mengembangkan ekosistem kendaraan listrik yang terintegrasi dari mulai refinery, industri baterai, dan battery recycling,” kata Vice President Geely Auto Group Song Jun.
Jun juga mengungkapkan, perusahaan yang telah berdiri lebih dari satu dekade ini juga sedang mengembangkan mobil berbahan bakar metanol dan mulai dipasarkan ke beberapa negara.
“Kami melihat, di Indonesia potensi pengembangan mobil berbahan bakar metanol sangat besar, karena Indonesia adalah produsen kelapa sawit terbesar di dunia, dan kita tahu bahwa metanol itu salah satunya dari sawit,” ujarnya.
Kemudian, pertemuan dengan Zhenshi Holding Group Co., Ltd. Perusahaan ini telah berinvestasi di beberapa proyek peleburan nikel, antara lain di Maluku Utara dan Morowali.
Anak perusahaan Zhenshi, yaitu Jushi Group, adalah salah satu produsen fiberglass terbesar di dunia. Jushi Group berencana melakukan investasi baru sebesar US$1 miliar pada tahap pertama di bidang industri fiberglass, dengan perkiraan penyerapan tenaga kerja 4.500 orang.
“Saya mendengar pemerintah Indonesia di bawah Presiden Prabowo Subianto berencana membangun 15 juta rumah. Kami melihat ini kesempatan baik bagi kami, karena fiberglass bisa menjadi alternatif untuk atap rumah,” ungkap Chairman of the Board of Zhenshi Holding Group Co. Ltd. Zhang Yuqiang.
Ke depannya, ia berharap investasinya tidak hanya satu sektor yakni fiberglass, tetapi juga di berbagai sektor misalnya pertanian, manufaktur, renewable energy dan lain-lain.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Rosan mendukung rencana investasi perusahaan di industri fiberglass dan sektor lainnya. Indonesia di bawah pemerintahan Presiden Prabowo memiliki empat program prioritas di antaranya hilirisasi, ketahanan pangan dan ketahanan energi.
“Tentunya, kami menyambut baik jika Zhenshi Group juga memiliki minat investasi di sektor pertanian dan energi,” ujar Rosan.
Selanjutnya, Rosan bertemu dengan Wankai New Materials yang merupakan bagian dari Zhink Group untuk membahas minat investasi di sektor industri turunan petrokimia.
Total rencana investasi ini mencapai US$1 miliar yang akan dilakukan dalam tiga tahap. Zhink Group sendiri merupakan produsen PET (Polietilena Tereftalat) terbesar ke-3 di Tiongkok dan terbesar ke-5 di dunia.
“Untuk Indonesia, kami rencananya akan berinvestasi di Cilegon dengan menggandeng perusahaan global lainnya,” ujar Chairman of Wankai New Materials Shen Zhigang.
Menanggapi hal tersebut, Rosan menyampaikan apresiasi dan kesiapan mengawal rencana investasi dimaksud termasuk dalam hal percepatan pemberian perizinan berusaha.
Kemudian, Menteri Rosan juga melakukan pertemuan dengan Hongshi Holding Group yang berencana mengembangkan kawasan industri yang akan memproduksi silikon, polisilikon (bahan baku solar panel), baterai beserta komponennya, dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 2 gigawatt.
Rencananya, konstruksi investasi baru senilai US$5 miliar ini akan dilakukan secara bertahap.
Menanggapi minat investasi perusahaan, Rosan menjelaskan bahwa Indonesia memiliki potensi investasi yang luar biasa di sektor renewable energy dengan total lebih dari 3.700 gigawatt, di mana 3.000 gigawatt di antaranya berasal dari solar energy.
“Kami mengajak investor global untuk turut andil di sektor renewable energy karena ini sejalan dengan target Indonesia untuk mencapai net zero emission pada 2060 or sooner,” pungkas Rosan.
Selanjutnya, dalam kunjungan kerja ke kantor pusat Huayou Holding Group di Quzhou, Rosan berkesempatan melihat fasilitas produksi rantai pasok industri baterai terintegrasi.
Perkembangan investasi Huayou di Indonesia cukup besar dengan total 15 proyek dan total karyawan mencapai 20.000 tenaga kerja. Huayou juga bekerja sama dengan beberapa partner domestik, di antaranya Antam, MIND ID, Merdeka Battery Materials dan Vale Indonesia.
Saat ini, lokasi proyek Huayou tersebar di tiga lokasi utama, yaitu Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP), dan Indonesia Pomalaa Industry Park (IPIP). Ke depannya akan dikembangkan di Sorowako dan Buli.
Adapun total investasi Huayou di Indonesia telah mencapai US$6,3 miliar, dan telah berhasil mengintegrasikan pertambangan smelter (HPAL, RKEF), pemurnian (refinery) dan prekursor.
“Kami mengapresiasi investasi Huayou yang telah berjalan di Indonesia. Untuk ke depannya, kami mendorong Huayou untuk dapat mengembangkan investasi yang lebih ke hilir dengan pemberian nilai tambah prekursor menjadi katoda sampai dengan battery recycling,” ungkap Rosan.
Chairman Huayou Holding Group Chen Xuehua menyampaikan dukungan pihaknya terhadap program hilirisasi pemerintah. “Kami bekerja sama untuk membangun industri ini dengan baik,” ujar Chen.
Menutup kunjungan kerjanya ke RRT, Menteri Rosan melakukan one-on-one meeting dengan tiga perusahaan di Beijing. Pertemuan pertama dengan China Energy Engineering Corporation (CEEC) membahas potensi investasi di sektor energi baru terbarukan (EBT), terutama terkait pemanfaatan sumber daya angin lepas pantai di Indonesia.
Selain itu, perusahaan juga menyatakan minatnya di sektor industri green-hydrogen, amonia, dan metanol.
Selanjutnya, pertemuan dengan CITIC mendiskusikan potensi kerja sama dalam beberapa program pemerintah, antara lain mendukung pembangunan 3 juta rumah per tahun, ketahanan pangan melalui peningkatan produktivitas padi dan jagung, serta ketahanan energi melalui revitalisasi sumur minyak.
Sejak didirikan tahun 1979, CITIC telah menjadi bagian penting dalam pengembangan ekonomi Tiongkok. Total aset CITIC diperkirakan mencapai US$1,6 triliun yang menjadikannya sebagai salah satu perusahaan BUMN dan juga grup konglomerat terbesar di Tiongkok.
Terakhir, Menteri Rosan bertemu dengan Zhuhai Hongwan Ocean Fisheries yang menyampaikan akan bekerja sama dengan partner lokal untuk pengembangan investasi di sektor perikanan di Indonesia bagian timur dengan total investasi sebesar US$460 juta.
(inh/inh)