Jakarta, Beritasatu.com – Pemerintah menjamin kebijakan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen tidak mengabaikan perlindungan pekerja/buruh, terutama di sektor padat karya maupun yang terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen bersifat selektif. Mereka yang mampu akan membayar pajak lebih banyak, sementara masyarakat tidak mampu akan mendapatkan perlindungan dari negara,” ucap Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli di Jakarta, Minggu (22/12/2024).
Pemerintah telah menyiapkan berbagai program sebagai bentuk mitigasi mendukung kesejahteraan pekerja/buruh di tengah kenaikan PPN 12 persen. Untuk pekerja di sektor padat karya, Menaker menyampaikan, pemerintah memberikan insentif berupa pajak penghasilan (PPh) pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) bagi pekerja dengan penghasilan hingga Rp 10 juta per bulan.
“Selain itu, iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) yang ditanggung BPJS Ketenagakerjaan juga didiskon 50% selama 6 bulan guna meringankan beban perusahaan dan pekerja,” tutur Yassierli.
Lebih lanjut, bagi pekerja yang terkena PHK, pemerintah menawarkan dukungan melalui program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Program ini meliputi manfaat tunai sebesar 60 persen flat dari upah selama 5 bulan, pelatihan senilai Rp 2,4 juta, serta kemudahan akses ke Program Prakerja.
Kebijakan ini, merupakan bagian dari strategi pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di tengah tantangan ekonomi global dan kenaikan PPN 12 persen.