TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Muhammad Haripin, peneliti Pusat Riset Politik pada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), menyoroti pemerintah yang dinilai tidak mampu menjelaskan urgensi pembentukan Dewan Pertahanan Nasional (DPN).
Hal ini disampaikan Haripin dalam konferensi pers yang diselenggarakan oleh Koalisi Masyarakat Sipil untuk Sektor Keamanan, baru-baru ini.
Menurut Haripin, ketidakjelasan mengenai tugas dan fungsi DPN menjadi sorotan utama.
“Pemerintah terlihat kebingungan dengan fungsi dan maksud keberadaan DPN. Pemerintah tidak tahu tugas strategisnya untuk pertahanan negara itu apa,” ujarnya.
Pernyataan ini merujuk pada informasi yang disampaikan oleh Kantor Komunikasi Kepresidenan yang menyatakan bahwa DPN berbeda dengan Dewan Keamanan Nasional (Wantannas).
Kantor Komunikasi Kepresidenan sebelumnya, menjelaskan bahwa DPN lebih berfokus pada pertahanan negara dengan melibatkan TNI, sementara Wantannas lebih berkaitan dengan urusan keamanan negara yang fokus pada kepolisian.
Namun, Haripin menilai bahwa pernyataan tersebut justru menambah kebingungan publik.
“Komunikasi publik dalam menjelaskan urgensi dan kehadiran DPN berpotensi menimbulkan kebingungan,” jelasnya.
Ia menambahkan, DPN merupakan produk yang tidak jelas dan ini menjadi masalah dalam perumusan kebijakan karena memperlihatkan Pemerintah tidak satu suara dalam hal ini.
“Kemudian susunan dari DPN itu sendiri menjadi masalah lain. Ada tiga kedeputian, yakni Kedeputian Geostrategi, Geopolitik, Geoekonomi. Secara konsep ini tidak jelas jika melihat pembagian tiga kedeputian tersebut,” katanya.
Menurutnya, pemerintah perlu memikirkan ulang urgensi dan relevansi DPN ke depan karena berisiko adanya tumpang tindih antara DPN, Wantannas ataupun lembaga lain yang memiliki irisan isu. sumber daya anggaran untuk pembiayaan DPN (menambah alokasi anggaran dalam APBN).
Penjelasan Istana
Belum lama ini, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi menjelaskan fungsi DPN memberikan pertimbangan dan masukan strategi kebijakan untuk pertahanan nasional.
“Dewan Pertahanan Nasional itu di perpresnya, tugas fungsinya memberikan pertimbangan dan masukan strategi kebijakan untuk pertahanan nasional, ketuanya langsung Presiden. Anggota-anggota tetapnya ada menteri pertahanan, menteri dalam negeri, menteri luar negeri, menteri keuangan, menteri sekretaris negara, nanti juga akan ada anggota tidak tetap dari kementerian lain tergantung situasinya,” kata Hasan kepada wartawan ketika itu.
Hasan mengatakan perbedaan lain adalah strukturisasi. Pertahanan lebih ke aspek TNI, sementara ketahanan berisi unsur Polri.
“Kalau ketahanan kan lebih kepada ketahanan, ada keamanan juga. Kalau ini benar-benar sektornya sektor pertahanan. Jadi lebih kepada, ini kan ada tiga deputi ya. Nanti ada deputi geostrategi, geopolitik, dan geoekonomi. Jadi kalau ini di Dewan Ketahanan Nasional mungkin masih ada unsur Polri. Kalau di Dewan Pertahanan Nasional ini memang karena pertahanan, memang lebih menekankan pada aspek TNI,” ujarnya.
“Termasuk juga merumuskan keadaan ancaman, bagaimana misalnya men-deploy kekuatan keamanan dan segala macam, itu pertimbangannya ada di Dewan Pertahanan Nasional,” lanjutnya.
Sebagai informasi, DPN ini diketuai langsung oleh Prabowo. Prabowo lalu melantik Ketua Harian DPN, yang diisi oleh Menhan Sjafrie Sjafrie Sjamsoeddin.
Sementara Sekretaris diisi oleh Wamenhan Donny Ermawan.