Mengungkap Operasi Senyap Polisi usai Tragedi Kanjuruhan Malang…
Tim Redaksi
MALANG, KOMPAS.com
– AKBP
Putu Kholis
Aryana, Kapolres
Malang
yang baru dilantik, berupaya memulihkan keamanan dan ketertiban masyarakat pasca
Tragedi Kanjuruhan
yang terjadi pada 1 Oktober 2022.
Penunjukan Putu Kholis sebagai Kapolres Malang dilakukan setelah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mencopot Kapolres sebelumnya, AKBP Ferli Hidayat, dua hari setelah tragedi tersebut.
Sebagai bagian dari upaya
pemulihan
, Putu Kholis menulis
buku
berjudul “Move in Silence: Untold Story of Kanjuruhan Disaster”.
Buku
setebal 300 halaman ini mengungkap kisah-kisah yang belum terungkap mengenai penanganan tragedi besar dan dampaknya terhadap masyarakat.
Dalam acara bedah buku yang diadakan di Universitas Brawijaya pada Jumat (20/12/2024), Putu Kholis menjelaskan bahwa buku ini bukan sekadar catatan peristiwa, tetapi juga sebagai pengingat penting bagi institusi kepolisian untuk belajar dari sejarah kelam tersebut.
“Buku ini merupakan sebuah pelajaran penting yang tidak boleh dilupakan oleh Polres Malang agar kedepan tidak boleh terulang kembali,” tegasnya.
Putu Kholis menekankan bahwa pendekatan hukum saja tidak cukup dalam menangani dampak tragedi.
Ia menilai pentingnya pendekatan sosial, budaya, dan kemanusiaan.
“Interaksi langsung dengan keluarga korban menjadi bagian penting dalam proses penyembuhan luka sosial yang ditinggalkan tragedi ini,” ujarnya.
Selama proses pemulihan, Putu Kholis menyatakan bahwa pihaknya lebih banyak mendengar dan merespons kebutuhan dari setiap keluarga korban.
“Sebagai bentuk tanggung jawab kami sebagai pihak yang saya rasa paling perlu dimintai tanggung jawab besar dalam
tragedi Kanjuruhan
,” jelasnya.
Ada tiga hal utama yang terus dilakukan oleh Polres Malang untuk membangun kepercayaan publik pasca tragedi.
Pertama, Transformative Justice, yaitu pendekatan berorientasi pada penanganan hukum untuk meredam konflik.
Kedua, Peace Making Criminology, yang lebih fokus pada mendengarkan dan memulihkan hubungan dengan menyesuaikan kearifan lokal.
Ketiga, Community Policing, yang mengedepankan interaksi antara polisi dan masyarakat dalam mendeteksi serta menyelesaikan masalah keamanan dan ketertiban masyarakat.
“Interaksi dengan keluarga korban adalah upaya Polres Malang dalam merespons harapan mereka. Hal itu bukan hal yang mudah, dan tidak mungkin saya lupakan. Dari situ kita banyak mengambil pelajaran dari tragedi Kanjuruhan, itu nilai-nilai pentingnya,” tuturnya.
Melalui buku ini, Putu Kholis berharap dapat memberikan perspektif baru tentang cara kepolisian menghadapi tantangan besar dalam menjaga keamanan.
Ia menekankan pentingnya pendekatan yang humanis dan komprehensif agar tragedi serupa tidak terulang di masa depan.
“Insyaallah kalau kita lakukan lebih sistematis, tentu kita punya arah yang benar untuk memulihkan situasi yang rumit seperti Kanjuruhan,” pungkasnya.
Buku ini rencananya akan dibagikan kepada media dan pejabat utama Polri terlebih dahulu, sebelum akhirnya diberikan secara gratis kepada masyarakat.
Acara bedah buku tersebut dihadiri oleh Rektor Universitas Brawijaya, Prof.
Widodo, serta sejumlah akademisi, mahasiswa, perwakilan media, dan masyarakat.
Sebagai informasi, Tragedi Kanjuruhan merupakan tragedi maut dalam dunia sepak bola yang terjadi saat laga Arema FC kontra Persebaya FC, di mana 135 supporter Arema FC tewas akibat kerumunan setelah timnya mengalami kekalahan 2-3.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.