Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Jakpus: Pencegahan pernikahan dini bisa menekan angka stunting

Jakpus: Pencegahan pernikahan dini bisa menekan angka stunting

Pentingnya program pendewasaan usia perkawinan (PUP) dan perencanaan keluarga

Jakarta (ANTARA) – Suku Dinas (Sudin) Pemberdayaan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk (PPAPP) menyebut dengan mencegah pernikahan dini di masyarakat bisa menekan angka stunting yang selama ini menjadi perhatian pemerintah pusat dan daerah.

“Pentingnya program pendewasaan usia perkawinan (PUP) dan perencanaan keluarga. Pernikahan sebelum usia yang dianjurkan kemungkinan timbulnya risiko medis sangat besar termasuk lahir bayi stunting,” kata Kepala Suku Dinas PPAPP Jakarta Pusat, Dwi Wahyu Riyanti saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Jumat.

Dwi menyebut pernikahan dini merupakan pernikahan sebelum usia yang dianjurkan dalam segi kesehatan atau anjuran pemerintah.

Usia yang dianjurkan demi kesehatan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yakni 21 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki.

Selain itu, Dwi menyebut pihaknya juga sudah menyosialisasikan ke masyarakat Jakarta bahwasanya proses perkawinan (konsepsi) untuk wanita yang usianya masih di bawah usia yang dianjurkan secara kesehatan, fisik tubuh wanita belum siap sepenuhnya termasuk kematangan sel telur.

“Kondisi rahim dan pinggul belum berkembang optimal, sehingga sangat berisiko ketika melahirkan, kemungkinan timbulnya risiko medis sangat besar, misalnya keguguran, preklamsia, keracunan kehamilan, prematur, kanker leher rahim, termasuk lahir bayi stunting,” ujar Dwi.

Adapun upaya yang dilakukan untuk mencegah pernikahan dini yang dapat menyebabkan timbulnya kasus stunting antara lain program Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) dan perencanaan keluarga program yang dikategorikan pada tiga masa reproduksi.

“Ada masa mendunda perkawinan dan kehamilan, masa menjarangkan kehamilan, dan masa mencegah kehamilan,” ucap Dwi.

Lalu, adanya program Kesehatan Reproduksi (Kespro) yang dikategorikan menjadi dua, yakni Kespro bagi remaja dengan Pusat Informasi dan Konseling serta Remaja Generasi Berencana (PIK-R dan GENRE).

Upaya tersebut dapat dilalui dengan alur formal dan informal dengan sasaran calon pengantin (catin) yakni siswa SMP dan SMP Sederajat, SMA dan SMA Sederajat serta mahasiswa dan kelompok remaja di masyarakat.

“Kemudian ada Kespro bagi masyarakat, dengan sasaran pasangan usia subur (PUS) pria/ wanita dan remaja,” jelas Dwi.

Sebelumnya, Ketua Umum Ikatan Praktisi dan Ahli Demografi Indonesia (IPADI) Sudibyo Alimoeso mengatakan dengan mencegah bertambahnya jumlah pernikahan dini akan mengurangi kasus stunting baru.

“Saat ini bila dicermati angka remaja yang melahirkan agak tinggi, dan saat dilihat di kabupaten yang angkanya tinggi, ternyata kasus stuntingnya tinggi juga karena ini saling berkaitan. Oleh karena itu perlu perhatian lebih agar para remaja tidak menikah dini,” ujar Sudibyo Alimoeso di Bandarlampung, Sabtu (12/10).

Sudibyo mengatakan pernikahan dini tersebut akan menghasilkan beberapa dampak negatif, seperti belum siapnya secara mental para remaja untuk membina rumah tangga. Hingga adanya risiko besar anak yang lahir akan mengalami stunting.

Pewarta: Siti Nurhaliza
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2024