itu perlu pendampingan, penguatanIa juga berpandangan bahwa warga kampung kolong tol Angke mau direlokasi, salah satunya karena penawaran gratis biaya sewa selama enam bulan.
Jika setelah masa gratis selesai, Yayat khawatir mereka pada akhirnya akan kembali ke tempat tinggal asalnya.
“Sesudah enam bulan masih bertahan mereka di situ? Karena keberlanjutan tergantung kemampuan membayar sewanya,” kata Yayat.
Yayat khawatir, warga yang pada akhirnya tak dapat membayar biaya sewa usai digratiskan, akan kembali mencari celah-celah kolong tol demi bisa hidup gratis.
“Jadi, kalau misalnya di Jakarta itu Rp 1,2 juta per bulan, bisakah mereka punya penghasilan untuk hidup layak di rumah susun?” ucap Yayat.
Jika kemampuan ekonominya tidak ada, lanjutnya, maka upaya sekadar memindahkan memang bisa, tetapi masalahnya yang dipindahkan adalah kehidupan mereka.
Sebelumnya, dari 257 kepala keluarga dengan jumlah jiwa total 685 jiwa di Kolong Tol Angke yang terkena relokasi itu, terdiri 139 keluarga dengan KTP DKI Jakarta, 98 keluarga dengan KTP luar DKI Jakarta dan 20 tanpa KTP.
Adapun 98 keluarga ber-KTP luar DKI Jakarta tidak dipindahkan ke rusun, namun diberikan biaya kompensasi sebesar Rp1,5 juta per keluarga untuk biaya sewa tinggal selama dua bulan.
Sementara itu, Dinas Sosial DKI Jakarta akan memfasilitasi pemberangkatan jika ada dari 98 keluarga tersebut yang hendak pulang ke daerah asal tanpa memotong biaya kompensasi.
Sebelumnya, Wali Kota Jakarta Barat Uus Kuswanto menyebut bahwa kolong Tol Angke di Jelambar Baru, Grogol Petamburan, Jakarta Barat sebagai lokasi bekas relokasi bakal dijadikan ruang terbuka publik oleh pemerintah setempat.
Pewarta: Redemptus Elyonai Risky Syukur
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2024