TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kosim, ayah dari Eko Ramadani terpidana kasus Vina Cirebon harus menelan pil pahit.
Hingga kini Kosim masih terpukul, dia tak menyangka anaknya (Eko Ramadani) batal bebas.
Ini buntut Mahkamah Agung (MA) menolak peninjauan kembali (PK) tujuh terpidana kasus Vina Cirebon termasuk Eko Ramadani.
Karena kecewa berat, kini berat badan Kosim turun dan air matanya mengering.
Kosim Batal Sujud Syukur
Padahal Kosim sebelumnya telah semangat menyambut kebebasan para terpidana kasus Vina Cirebon.
Tapi kenyataanya berbeda, PK yang diajukan para terpidana termasuk anaknya, Eko Ramadani ditolak Mahkamah Agung (MA).
Dikatakannya, gara-gara keptusan MA itu, berat badan Kosim sampai turun 7 kilogram.
“Seharusnya kemarin itu saya sujud syukur karena bakal menyambut anak bebas,” ucap Kosim dilihat dari Youtube Feriochannel, Rabu (18/12/2024).
Air Mata Kosim Mengering
Saking kecewanya, air mata Kosim sampai mengering.
“Saya kecewa, nangis ngebatin,” paparnya.
“Maunya nangis tapi air mata sampai tidak keluar, mengering,” sambungnya.
Kendati demikian, Kosim berharap ada pertolongan lain hingga nantinya keadilan berpihak kepada para terpidana.
“Saya masih yakin anak saya bebas. Nanti semoga ada pertolongan tim khusus,” tuturnya.
“Anak-anak ini kan tidak salah. Saya yakin mereka bebas,” tambahnya.
Di sisi lain, Jutek Bongso, pengacara tujuh terpidana kasus Vina Cirebon menyiapkan langkah lanjutan usai Mahkamah Agung (MA) menolak peninjauan kembali kliennya, Senin (16/12/2024).
Dia bakal berusaha keras membantu membuktikan jika tujuh terpidana kasus Vina Cirebon tidak bersalah.
Namun sebelum merinci langkah yang akan ditempuh, Jutek Bongso terlebih dahulu menenangkan keluarga terpidana yang kecewa atas hasil keputusan MA.
Melihat suasana haru keluarga terpidana kasus Vina Cirebon, Jutek Bongso meminta untuk semuanya saling menguatkan.
Bahkan saat melihat ibu kandung Hadi (terpidana), Suteni tak kuasa menahan tangis kecewanya, Jutek Bongso langsung datang menghampiri.
Dia merangkul dan memberi tepukan penyemangat.
“Tetap semangat, kita masih berjuang, tetap semangat ya bu,” ucapnya dilihat TribunnewsBogor.com dari Youtube feriochanel.
Jutek Bongso, menyebut putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak peninjauan kembali (PK) sebagai sebuah tragedi bagi keadilan di Indonesia.
“Putusan ini bukan kiamat, tetapi menurut kami, ini adalah tragedi buat Indonesia,” ujar Jutek Bongso.
Jutek menjelaskan bahwa pihaknya telah menghadirkan fakta-fakta baru yang sebelumnya belum pernah diungkap dalam persidangan.
Namun, hakim memutuskan untuk tidak menganggap fakta-fakta tersebut sebagai novum.
Ia merujuk pada tiga fakta penting yang diajukan dalam sidang PK, yaitu ekstraksi percakapan dari ponsel Widi, kesaksian yang menyebut bahwa peristiwa tersebut merupakan kecelakaan, bukan pembunuhan, serta pencabutan pengakuan dari salah satu saksi, Dede, yang mengaku telah diarahkan oleh seseorang untuk memberikan kesaksian palsu.
“Ekstraksi handphone Widi kami lakukan hingga dua minggu dengan izin majelis hakim, tetapi mengapa ini tidak dianggap sebagai novum? Kami juga membawa kesaksian yang menyebutkan bahwa peristiwa ini adalah kecelakaan, bukan pembunuhan, dan pengakuan Dede yang mencabut kesaksian palsunya. Apakah semua ini tidak cukup?” ujar Jutek.
Meski demikian, ia menegaskan tetap menghormati putusan MA
Minta Bantuan Presiden Prabowo
Suasana duka dan kekecewaan menyelimuti keluarga tujuh terpidana kasus Vina di Cirebon, Jawa Barat setelah Mahkamah Agung (MA) menolak pengajuan Peninjauan Kembali (PK) mereka.
Putusan ini dibacakan pada Senin (16/12/2024) dan disaksikan langsung oleh keluarga di sebuah hotel di Jalan Wahidin, Kota Cirebon.
Tangis pecah saat Juru Bicara MA, Yanto, membacakan putusan tersebut melalui siaran langsung.
Keluarga para terpidana merasa harapan untuk mendapatkan keadilan sirna setelah keputusan itu.
Adam, perwakilan keluarga terpidana, mengungkapkan harapannya kepada Presiden Prabowo Subianto untuk turun tangan membantu membebaskan anak-anak mereka.
“Kami keluarga terpidana kasus Vina Cirebon telah melihat dan mendengar putusan MA yang mengecewakan.”
“Oleh karena itu, kami berharap Bapak Presiden Prabowo Subianto mau membantu membebaskan para terpidana keluarga kami,” ujar Adam.
Keluarga tujuh terpidana kasus Vina memberikan pesan khusus kepada Presiden Prabowo Subianto. (Tribunnews)
Kasana, ayah dari Hadi Saputra, salah satu terpidana, juga menyampaikan keluh kesahnya.
Dengan nada pilu, ia memohon perhatian Presiden untuk mendengar harapan orang tua.
“Sebagai orang tua, harapan kami hanya ingin anak-anak kami bebas. Mereka sebenarnya tidak bersalah dan tidak pernah melakukan perbuatan sekeji itu.”
“Bapak Presiden, tolong dengarkan keluh kesah rakyat kecil ini. Jangan biarkan hukum mencekik anak-anak kami di dalam tahanan,” ungkap Kasana sambil menahan tangis.
Kosim, ayah dari Eka Sandi, menambahkan rasa kecewanya atas putusan MA.
Ia berharap Presiden dapat memberikan perhatian kepada rakyat kecil yang merasa tidak berdaya.
“Hasil putusan MA tidak memuaskan anak-anak kami. Semoga Pak Presiden Prabowo Subianto mendengar kondisi kami dan bersedia membantu membebaskan anak-anak kami,” jelas Kosim penuh harap.
Pindah Negara hingga Mati di Penjara
Penolakan peninjauan kembali alias PK oleh Mahkamah Agung (MA) yang diajukan tujuh terpidana kasus Vina Cirebon masih menjadi sorotan.
Seperti diberitakan, MA melalui Majelis Hakim Burhan Dahlan menolak permohonan PK yang diajukan oleh tujuh terpidana seumur hidup pada Senin (16/12/2024).
Buntut dari penolakan tersebut, keluarga para terpidana merasa kecewa.
Suasana persidangan juga penuh emosi.
Dimulai dari pengacara terpidana, Titin Prialianti, yang mendadak pingsan saat mengikuti nonton bareng putusan PK di sebuah hotel di Cirebon, Jawa Barat.
Dalam momen tersebut, suara tangis dan harapan dari keluarga terpidana menggema di ruangan, menyeruak keharuan yang mendalam.
Berikut kumpulan pernyataan dari keluarga terpidana kasus Vina yang kecewa terhadap putusan MA:
1. Gimana Adik Saya di Dalam Sana?
Dalam putusan yang disampaikan melalui siaran pers resmi, Jurus Bicara MA, Yanto, mengumumkan penolakan tersebut.
Ketika kalimat penolakan dibacakan, tangis pecah di ruang tersebut.
Asep Kusnadi, ayah dari terpidana Rivaldi Aditya, terlihat sangat terpukul.
Ia memegang kepala sambil menggelengkan kepala, meneteskan air mata di pipinya yang keriput.
Begitu pun kakak Supriyanto, Aminah.
“Ya Allah, gimana adik saya di dalam sana?” ujar Aminah, kakak Supriyanto, sambil terisak histeris.
2. Sudah Tidak Percaya Lagi
Asep mengungkapkan kekecewaannya terhadap sistem hukum.
“Saya sudah tidak percaya lagi sama kalian. Kalian itu kejam, jahat. Tidak ada keadilan di negeri ini,” ucap Asep dengan suara bergetar.
Ia bahkan mempertanyakan apakah harus pindah negara karena merasa putus asa dengan keadaan.
Tujuh terpidana yang mengajukan PK adalah Eko Ramadhani, Rivaldi Aditya, Eka Sandy Hadi Saputra, Jaya Sudirman, dan Supriyanto.
Mereka berusaha membongkar dugaan rekayasa kasus yang menghantui perkara pembunuhan Vina dan Eki pada 2016.
Namun, langkah hukum tersebut tidak membuahkan hasil.
“Kami hanya ingin keadilan, bukan penghakiman tanpa dasar. Tapi tampaknya itu terlalu mahal untuk kami,” jelas Asep sambil menatap kosong ke layar besar yang kini mati.
3. Pilih Mati di Penjara
Kuasa hukum tujuh terpidana kasus pembunuhan Vina Cirebon, Jutek Bongso, mengatakan kliennya menolak mengajukan grasi atau pengampunan dari Presiden Prabowo Subianto setelah upaya PK yang mereka ajukan ditolak MA.
Jutek menjelaskan, sejatinya ia selaku tim penasihat hukum telah menawarkan beberapa cara kepada kliennya untuk menempuh langkah hukum lanjutan setelah MA menolak PK mereka, satu di antaranya grasi.
Jutek mengatakan hal itu ditawarkan secara langsung kepada kliennya saat menyambangi Lapas Kesambi Cirebon tempat para terpidana menjalani masa tahanan.
“Dua kali saya bertanya kepada para terpidana tadi di dalam Lapas bersama tim 20 orang, sampai dua kali saya sendiri bertanya ‘yakin tidak mau mengambil langkah grasi’,” kata Jutek menirukan ucapan para terpidana saat dihubungi Tribunnews.com, Senin.
Kuasa hukum enam terpidana kasus Vina, Jutek Bongso (kanan) memberikan keterangan terkait perkembangan laporan kubu terpidana kasus pembunuhan Vina dan Eki Cirebon kepada Rudiana, Aep dan Dede di Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (30/6/2024). (Tribunnews.com/Abdi Ryanda Shakti)
Kata Jutek, alasan kliennya menolak mengajukan grasi lantaran mereka enggan jika harus diminta mengakui telah menjadi pelaku pembunuhan terhadap Vina dan kekasihnya Muhammad Rizky alias Eky.
Pasalnya, satu syarat untuk mengajukan grasi, terpidana harus mengakui perbuatannya sehingga pengampunan presiden bisa diberikan.
Bahkan kata Jutek, para terpidana itu sampai bersedia mati dipenjara ketimbang mengakui telah membunuh sejoli tersebut.
“Mereka tidak mau melakukan langkah grasi, kenapa? Karena salah satu syarat grasi kan harus mengakui apa yang mereka perbuat,” ujar Jutek.
“Kata mereka ‘Kalau kami harus mengakui atas perbuatan pembunuhan itu padahal kami tidak melakukan, lebih bagus kami mati dan mendekam terus di penjara sampai mati, dan membusuk’. Mereka tidak mau (ajukan grasi),” sambungnya.
Alasan Hakim Tolak PK Terpidana Kasus Vina
Dalam konferensi pers, Hakim Agung Dr Yanto S.H M.H mengurai penjelasan terkait alasan MA menolak permohonan PK para terpidana kasus Vina Cirebon.
Diketahui, ada dua alasan yang diungkap Dr Yanto, yakni perihal aspek hukum dan barang bukti baru dari para terpidana.
“Tidak terdapat kekhilafan yudikatif dan yudikyuris dalam mengadili para terpidana dan bukti baru atau novum yang diajukan oleh terpidana bukan merupakan bukti baru, sebagaimana ditentukan dalam pasal 263 ayat 2 huruf A KUHP,” ungkap Dr Yanto, dikutip dari siaran langsung Kompas TV.
Adapun, PK para terpidana itu terbagi dalam dua perkara.
Pertama teregister dengan nomor perkara: 198/PK/PID/2024 dengan terpidana Eko Ramadhani dan Rivaldi Aditya.
Perkara itu diadili oleh Ketua Majelis PK Burhan Dahlan serta dua anggota majelis, Yohanes Priyana dan Sigid Triyono.
Sementara PK lima terpidana lainnya, yakni Eka Sandy, Hadi Saputra, Jaya, Sudirman, dan Supriyanto, teregister dalam perkara nomor: 199/PK/PID/2024.
Majelis PK yang mengadili perkara ini diketuai oleh Burhan Dahlan serta dua anggota majelis, Jupriyadi dan Sigid Triyono.
Dengan adanya putusan ini, tujuh terpidana tetap dihukum penjara seumur hidup.
Sementara Saka Tatal yang dihukum 8 tahun penjara kini sudah bebas.
Diketahui, kasus pembunuhan Vina dan Eki ini terjadi pada 2016 silam dan ada delapan orang yang diadili dalam kasus ini. (tribun network/thf/TribunnewsBogor.com/Tribunnews.com)