Selain itu, Novan mengingatkan bahwa sistem ini berpotensi hanya menguntungkan kelompok tertentu di lingkaran kekuasaan.
Ia menyebut, pengurangan keterlibatan publik dalam pemilihan pemimpin daerah dapat menciptakan jarak antara pemerintah dan rakyat.
Wacana pilkada melalui DPRD menjadi ujian bagi perjalanan demokrasi Indonesia. Di satu sisi, usulan ini digadang-gadang lebih efisien dari segi anggaran.
Namun, di sisi lain, hal ini dinilai dapat mengurangi keterlibatan rakyat dalam menentukan pemimpin daerah mereka.
Dilain tempat Ketua bidang Politik dan Demokrasi HMI Badko Sulawesi Utara Gorontalo Rasmianti Halim menambahkan bahwa perlu adanya kajian mendalam soal penghematan angaran dalam pelaksanan pemilu.
“kita jangan mencoba menutup keran hak dan keteribatan demokrasi setiap warga negara, jangan hanya karena alasan efektif dan efisien sehinga kita mengabaikan subtansi dari demokrasi! Kenapa tidak sistem pemilunya yang diperbaiki? sehinga menciptakan prinsip dan nilai value for money,” kata Rasmianti.
Dengan pro dan kontra yang terus bergulir, keputusan terkait mekanisme pilkada ini akan menjadi penentu arah demokrasi Indonesia ke depan.
“Apakah efisiensi anggaran sepadan dengan risiko melemahnya suara rakyat? Publik menanti langkah pemerintah dalam menyikapi isu ini,” ia menandaskan.