Jakarta (ANTARA) – Wakil Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Wakil Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Febrian Alphyanto Ruddyard menyatakan akselerasi transformasi ekonomi hijau memerlukan reformasi kebijakan ekosistem menjadi lebih kondusif.
“Akselerasi transformasi ekonomi hijau tentunya memerlukan reformasi kebijakan ekosistem yang kondusif, khususnya pada sektor prioritas dan rantai nilai yang tentunya harus selaras dengan target iklim, peningkatan kualitas lingkungan, keanekaragaman hayati, serta ekonomi sirkular,” ujar Febrian dalam acara Dialog Nasional Akselerasi Transformasi Ekonomi Hijau yang dipantau secara virtual, Jakarta, Selasa.
Salah satu contoh konkret ekosistem ini adalah pembaharuan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) dan adopsi standar internasional ekonomi sirkular menjadi Standar Nasional Indonesia (SNI).
Menurut dia, investasi hijau akan mendorong lebih banyak industri dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) untuk menerapkan prinsip-prinsip berkelanjutan dengan tidak hanya mengandalkan pendanaan pemerintah, tetapi juga mendapatkan katalis berbagai sumber pendanaan inovatif.
“Orkestrasi yang kuat diperlukan untuk membangun kolaborasi antar pihak. Transfer pengetahuan teknologi dan pengalaman juga diperlukan untuk memastikan transisi hijau berjalan inklusif dan berkelanjutan,” ungkap Waka Bappenas.
Untuk mencapai Visi Indonesia Emas 2045, diperlukan transformasi ekonomi yang dilaksanakan melalui pergeseran struktur ekonomi dari sektor kurang produktif ke sektor lebih produktif (industrialisasi), dan pergeseran produktivitas lintas sektor.
Dalam transformasi ekonomi, diterapkan strategi ekonomi hijau, yakni model ekonomi yang menunjang pembangunan berkelanjutan dengan fokus pada investasi dan akumulasi modal lebih hijau, infrastruktur hijau, serta pekerjaan ramah lingkungan. Semua strategi itu diarahkan untuk mewujudkan kesejahteraan sosial dan kelestarian lingkungan.
Pencapaian Indonesia Emas untuk penerapan ekonomi hijau diproyeksikan mampu berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi hingga rata-rata 8 persen pada akhir periode Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029. Selain itu juga diharapkan dapat mencapai target net zero emission (emisi nol karbon) pada 2060 atau lebih cepat.
Bappenas sendiri telah menyusun Indeks Ekonomi Hijau (IEH) yang telah menjadi indikator imperatif kepada pemerintah daerah. IEH terdiri dari 15 indikator terpilih yang digunakan untuk memantau capaian aktivitas ekonomi hijau di seluruh wilayah Indonesia.
“Model ini menekankan investasi hijau, pembangunan infrastruktur ramah lingkungan, serta penciptaan lapangan kerja yang mendukung kelestarian alam,” kata Wamen PPN.
Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2024