Jakarta, CNN Indonesia —
Pemerintah percaya diri kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 1 persen menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025 tak berdampak besar pada inflasi sepanjang tahun depan.
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan berdasarkan perhitungan, dampak kenaikan PPN ke inflasi hanya 0,3 persen.
“Hitungan kita sekitar 0,3 persen itu untuk yoy (year on year). Jadi paling tinggi tambahannya 0,3 persen,” ujar Susi sapaan akrabnya di Kantor Kemenko Perekonomian, Selasa (17/12).
Menurut Susi, dampaknya tidak terlalu besar karena pendorong utama inflasi adalah volatile food atau pangan. Sedangkan, kelompok tersebut tidak dikenakan PPN 12 persen kecuali yang premium karena hanya dikonsumsi segelintir orang.
“Intinya berdasarkan perhitungan kita dampak ke inflasi nggak terlalu signifikan sehingga inflasi kita masih terkendali karena inflasi pangan lebih ke pangan dan pangan termasuk tidak dikenakan. Jadi nggak pengaruh karena nggak ada tambahan pungutan,” jelas Susi.
Kemudian, inflasi administered price atau harga yang diatur pemerintah seperti listrik juga tidak dikenakan PPN untuk daya dari 450 volt ampere (VA) sampai 2.200 VA. Sedangkan, pelanggan daya 3.500 VA sampai 6.600 VA bakal kena PPN 12 persen.
Bahkan untuk pelanggan listrik dengan daya 2.200 VA, meski tidak dikenakan PPN 12 persen tapi bakal diberikan diskon 50 persen selama dua bulan yakni Januari-Februari 2025.
Karenanya, meski pelanggan listrik dengan daya 3.500 VA sampai 6.600 VA kena PPN 12 persen, dampak inflasinya tak akan besar. Sebab, penggunanya tak sebanyak 2.200 VA ke bawah.
“Komponen administered price ada kebijakan diskon tarif 50 persen selama 2 bulan, tapi nanti akan dievaluasi. Pelanggan rumah tangga di bawah 2.200 VA jumlahnya 96 persen atau 84 juta. Dampak ke inflasi akan minim,” pungkasnya.
(ldy/agt)