TRIBUNJATIM.COM – Ayah Gamma, Andi Prabowo kini minta agar polisi minta maaf dan mengembalikan nama baik anaknya.
Sebab Gamma, siswa SMKN 4 Semarang, Jawa Tengah itu sempat dituduh sebagai seorang gangster.
Padahal, kini terbukti jika Gamma bukan gangster.
Namun polisi Aipda Robig yang tiba-tiba menembaknya.
Gamma dikenal sebagai pemuda aktif dan berprestasi, dengan cita-cita yang tinggi untuk menjadi anggota TNI demi membela negara.
Ayah Gamma, Andi Prabowo, mengungkapkan kekecewaannya saat diwawancarai oleh Rosianna Silalahi.
Ia menuturkan harapan untuk melihat anaknya menjadi tentara kini pupus setelah tragedi yang merenggut nyawa Gamma.
“Dia bercita-cita jadi anggota TNI untuk membela negara. Tapi harapan itu pupus karena sekarang dia sudah tidak ada,” ujar Andi sambil menahan tangis.
Andi juga menceritakan Gamma pernah diarahkan oleh kakeknya untuk menjadi polisi, namun Gamma bersikukuh ingin menjadi tentara.
“Kakeknya pernah bilang jadi polisi saja, tapi dia enggak mau. Maunya jadi tentara,” kenangnya.
Permintaan Pemulihan Nama Baik
Andi Prabowo meminta pihak kepolisian untuk memulihkan nama baik anaknya.
Ia meyakini Gamma bukan anggota gangster seperti yang diduga sebelumnya.
“Kami berharap ada permintaan maaf ke keluarga. Biar semua tahu bahwa dia bukan seorang gangster. Gamma orang baik. Kembalikan nama baik anak saya,” tegasnya.
Hal senada disampaikan oleh Subambang, kakek Gamma.
Ia menegaskan cucunya tidak pernah terlibat tawuran atau menjadi anggota gangster.
“Gamma itu anak yang santun dan rajin ibadah. Saya yakin dia tidak terlibat hal seperti itu,” kata Subambang.
Harapan Keluarga
Keluarga besar Gamma berharap agar ada keadilan dalam penanganan kasus ini.
Mereka meminta institusi terkait untuk bertanggung jawab dan tidak mengaitkan almarhum dengan tindakan kriminal yang tidak pernah dilakukannya.
Kisah Gamma menjadi duka mendalam bagi keluarga dan lingkungan sekolahnya, mengingat ia dikenal sebagai pemuda berprestasi dengan cita-cita besar untuk mengabdi pada negara.
Pernyataan polisi soal Gamma siswa SMK tewas ditembak polisi terlibat tawuran terbantahkan
Ini usai siswa SMK yang selamat dari penembakan memberikan kesaksian soal insiden tersebut.
Adapun diketahui kasus penembakan siswa SMK oleh polisi terjadi di Kota Semarang, Jawa Tengah.
Salah seorang korban yang selamat dari penembakan memberikan fakta lain mengenai insiden tersebut.
Ia menyatakan bahwa tidak ada peristiwa tawuran sebelum terjadinya penembakan yang menewaskan siswa SMK tersebut.
Seperti diketahui, terjadi penembakan terhadap tiga siswa SMK Negeri 4 Semarang pada Minggu (24/11/2024) dini hari, yang menyebabkan seorang pelajar SMK Gamma Rizkynata Oktafandy (17) meninggal dunia.
Pelaku penembakan itu adalah Ajun Inspektur Dua (Aipda) Robig Zaenudin yang merupakan anggota Satuan Reserse Narkoba Polrestabes Semarang.
Awalnya, disebut Robig melepaskan tembakan karena ingin melerai para korban yang disebut sedang tawuran dengan kelompok lain.
Dalam rapat dengar pendapat di Komisi III DPR, Selasa (3/12/2024), Robig disebut melepaskan tembakan karena kendaraannya dipepet oleh kendaraan Gamma dan teman-temannya.
Namun, dua alasan tersebut berbeda dengan kesaksian pelajar yang selamat dari penembakan polisi di Semarang.
Dikutip dari Kompas.id (9/12/2024), pelajar SMK yang selamat, A (18), memberikan informasi bahwa penembakan itu tak terkait dengan tawuran dikuatkan.
A menuturkan, peristiwa itu berawal pada Sabtu (23/11/2024) malam saat dirinya diajak nongkrong oleh teman-temannya di sebuah warung di Kecamatan Ngaliyan, Semarang.
Terduga pelaku penembakan siswa SMK Aipda Robig Zainudin (tengah) digiring petugas memasuki ruang sidang kode etik kasus tersebut di Mapolda Polda Jateng, Semarang, Jawa Tengah, Senin (9/12/2024). Sidang kode etik tersebut beragenda pembacaan putusan terkait tindakan berlebihan atau excessive action yang diduga dilakukan Aipda Robig Zainudin dengan menembak mati korban Gamma Rizkynata Oktafandy (16) pada Minggu (24/11/2024) dini hari. ANTARA FOTO/Makna Zaezar/aww. (ANTARA FOTO/Makna Zaezar)
Di warung tersebut, A yang datang bersama dengan temannya S (17) bertemu dengan Gamma dan empat orang lain yang sedang makan.
Saat pulang, mereka bertemu Robig yang langsung menodongkan senjata.
”Terus habis makan mau pulang, ketemu itu (Robig) di tengah jalan. (Kami) kaget itu, langsung nodong (senjata) kok,” kata A sebagaimana dikutip dari pemberitaan Kompas.id, via Kompas.com.
Dalam perjalanan pulang, A berboncengan dengan S. Sementara Gamma berboncengan dengan dua orang lain.
Selain itu, ada dua orang lain yang berboncengan dengan satu sepeda motor.
Ia membantah pernyataan polisi yang menyebut para korban terlibat tawuran.
Menurut A, ia dan teman-temannya tidak tawuran, tetapi hanya kumpul-kumpul biasa.
A juga menampik rombongannya memepet kendaraan Robig sebelum penembakan.
Akibat penembakan tersebut, A menderita luka pada bagian dada kiri. Peluru yang mengenai A kemudian bersarang di tangan kiri S.
Selain itu, tembakan yang dilepaskan Robig juga mengenai bagian pinggang Gamma, yang menyebabkannya meninggal dunia.
Propam Polda Jawa Tengah memutuskan Aipda Robig mendapatkan hukuman pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) pada sidang kode etik di Mapolda Jateng, Senin (9/12/2024).
Dilansir dari Kompas.com (9/12/2024), dalam putusan tersebut, Robig terbukti melakukan tembakan kepada Gamma Rizkinata, siswa SMKN 4 Semarang hingga meninggal dunia.
Dalam sidang etik, Aipda Robig terbukti melakukan perbuatan-perbuatan tercela sebagai anggota kepolisian.
Ia melakukan penembakan terhadap sekelompok orang.
Robig sudah mendapatkan putusan sidang kode etik yang dimulai sejak jam 1 siang hingga pukul 20.30 malam.
Keputusannya adalah PTDH.
Gamma Rizkynata Oktafandy atau GRO (16), pelajar berprestasi dari SMKN 4 Semarang tewas ditembak. Kasusnya viral di media sosial. (Kolase Istimewa/TribunJatim.com)
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) juga menegaskan, penembakan Robig terhadap Gamma juga melanggar hak anak.
Robig yang melakukan penembakan dinilai mengabaikan ketentuan perlindungan terhadap anak dalam peristiwa tersebut.
Kuasa hukum korban Zainal Abidin mengatakan, keputusan tersebut sudah sesuai dengan harapan keluarga.
Sebab, pelaku sedang tidak menjalankan tugas dan tidak dalam kondisi nyawa terancam itu artinya ada tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh polisi.
“Kalau banding memang hak daripada terdakwa tapi saya yakin banding itu tidak akan diterima kalau sampai diterima masyarakat akan kecewa,” bebernya.
Anggota Komisi Kepolisian Indonesia (Kompolnas) M Choirul Anam menyebut, majelis komisi kode etik menolak pembelaan Aipda Robig karena tidak sesuai dengan apa yang disampaikan secara faktual baik bukti CCTV penembakan maupun kesaksian anak-anak atau korban.
“Majelis kode etik menyatakan perbuatan itu adalah tercela kena penempatan khusus 14 Hari dan PTDH apapun pembelian saudara aipdar itu adalah hak dia Tapi majelis kode etik memilih kesaksian-kesaksian dalam sidang kode etik tadi terutama dari anak-anak dan sebagainya,” tandasnya.
Di sisi lain, pengacara publik dari LBH Semarang, Fajar Muhammad Andhika mengatakan, keputusan PTDH Aipda Robig dan penetapan tersangkanya tidaklah cukup.
Kepolisian perlu berbenah dan Kapolrestabes Semarang harus bertanggung jawab atas narasi di awal yang mana, narasi itu justru mengaburkan fakta-fakta yang ada.
Narasi tersebut berupa para korban dituding polisi sedang melakukan tawuran dan Aipda Robig sedang sedang melerai tawuran.
“Kapolrestabes Semarang telah melakukan tindakan obstruction of justice atau upaya menutup-nutupi fakta yang sebenarnya,” tandasnya.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews Tribunjatim.com