TRIBUNJATIM.COM – Kisah inspiratif datang dari seorang polisi.
Polisi ini rela bagikan gajinya dan jual kambing untuk membantu warga yang membutuhkan terutama para lansia.
Menurutnya daripada digunakan untuk hal tidak bermanfaat, rezeki yang ia dapatkan dari profesinya diberikan kepada orang yang membutuhkan.
Sosok polisi tersebut bernama Ipda Ismail.
Kisahnya sengaja diangkat kembali sebagai inspirasi dan pendorong semangat agar masyarakat lebih peduli kepada sesama.
Ismail merupakan petugas bhabinkamtibmas di wilayah Sendana Kabupaten beberapa tahun lalu.
Saat itu masih berpangkat Aiptu (Ajun Inspektur Polisi Satu).
Dalam mengembang tugasnya sebagai bhabinkamtibmas di wilayahnya tidak sedikit pengorbanan yang harus diberikan demi membantu meringankan beban ekonomi warganya.
Bahkan ia rela menyisihkan sebagian gajinya dan menjual kambing peliharaannya untuk membantu warganya.
Sosok polisi seperti ini tentu sangat jarang dijumpai.
Aksi-aksi kemanusiaannya kerap menjadi perhatian di media sosial karena kerendahan hati Ismail rela membantu sesama tanpa pamrih.
Saat ini, Ismail sudah memikul tanggung jawab yang lebih besar.
Ipda Ismail Anggota Polda Sulbar, saat bantu warga yang kurang mampu di Kabupaten Majene, Sulbar, Minggu (15/12/2024). (Humas Polres Majene)
Ia sudah menjadi seorang perwira berpangkat Ipda (Inspektur Polisi Dua).
Dengan pangkat barunya, aksi-aksi kemanusian yang dilancarkan sebelumnya terus dijaga.
Karena aksinya tulus dari hati bukan sekedar mencari simpati dan popularitas.
Ismail mengatakan, dirinya tidak pernah merasa malu untuk membantu warga.
Bahkan ketika ia sudah berpangkat Ipda
Ia tetap dengan rendah hati memikul beras, membawa tentengan bahan makanan, dan membagikannya kepada warga, terutama para lansia.
“Kepedulian dan rasa empati tidak mengenal pangkat atau jabatan,” kata Ipda Ismail kepada wartawan, Minggu (14/12/2024), dikutip dari Tribun Sulbar.
Lebih lanjut ia mengatakan, menurutnya semua orang memiliki kesempatan untuk membantu sesama, baik dengan cara yang besar maupun kecil.
“Daripada membuang-buang rezeki untuk hal-hal yang tidak bermanfaat, lebih baik kita sedekahkan kepada mereka yang membutuhkan.
Dengan begitu, kita tidak hanya membantu mereka di dunia, tetapi juga menabung pahala untuk kehidupan di akhirat,” lanjutnya.
Ipda Ismail adalah contoh nyata bahwa menjadi polisi bukan hanya soal penegakan hukum, tetapi juga tentang membangun kemanusiaan.
Sosok Ipda Ismail menunjukkan dengan tekad dan niat yang tulus, semua orang bisa membuat perbedaan dalam kehidupan orang lain.
Kisahnya tentu menjadi inspirasi bagi semua orang khususnya generasi muda untuk lebih peduli dan berani berbuat baik kepada sesama.
Kisah inspiratif lainnya datang dari sosok polisi bernama Bripka Seladi.
Bripka Seladi mencuri perhatian publik karena memiliki pekerjaan sampingan sebagai pengumpul barang bekas.
Selama 16 tahun bertugas di bagian pelayanan SIM, anggota Polres Malang Kota ini konsisten menolak suap.
Bahkan dalam bentuk kecil seperti pemberian kopi dari pemohon SIM.
Pria berusia 57 ini telah membuktikan integritas seorang polisi tidak hanya soal tugas, tetapi juga tentang menjalani kehidupan jujur dan bermartabat.
Di Polres Malang ia berseragam polisi, namun ketika selesai tugas ia melanjutkan pekerjaan sampingannya sebagai pemulung.
Bripka Seladi tak malu jadi pemulung demi uang tambahan untuk keperluan sehari-hari ketimbang mendapat uang dari cara tidak benar.
Menurutnya, biarpun pemulung yang penting halal.
Bripka Seladi nyambi jadi pemulung (TribunJatim.com/Aminatus Sofya – TRIBUNJATIM.COM/PURWANTO)
“Lebih baik jadi pemulung, jauh lebih jujur dan benar daripada terima salam tempel dan suap,” ungkap Bripka Seladi belum lama ini.
Bagi Bripka Seladi, mengelola sampah tidak hanya menambah penghasilan, tetapi juga menjadi cara untuk berkontribusi terhadap kebersihan lingkungan.
Bahkan Bripka Seladi kini memiliki gudang sampah di Jalan Dr Wahidin, Kecamatan Klojen, Kota Malang, tak jauh dari tempat ia bertugas.
“Saya tidak pernah merasa rendah diri meskipun setiap hari berurusan dengan sampah. Ini pekerjaan halal, dan saya ikhlas melakukannya,” kata Bripka Seladi.
Pendapatan dari hasil memilah sampah ini sekitar Rp25.000 hingga Rp50.000 per hari.
Bripka Seladi memulai aktivitas memulungnya delapan tahun lalu.
Awalnya, ia mengumpulkan sampah dengan sepeda ontel, memilahnya, dan menjualnya untuk mendapatkan tambahan penghasilan.
Apa yang dilakukan Bripka Seladi pun mengundang banyak perhatian masyarakat di dunia maya.
Salah satunya yang ada di kolom komentar akun Instagram milik @jktnewss.
Masyarakat berharap, baik Kapolri dan Kapolda dapat memberikan apresiasi kepada Bripka Seladi atas komitmennya menjadi polisi yang jujur.
Kesederhanaan Bripka Seladi memang tak membuatnya tergoda untuk memanfaatkan posisinya.
Ia tegas menolak gratifikasi dalam bentuk apapun, termasuk uang atau hadiah dari pemohon SIM.
Prinsip ini juga diajarkan kepada keluarganya.
“Kalau ada yang mencoba memberi sesuatu, saya suruh anak saya untuk mengembalikan.”
“Saya tidak mau uang itu, karena hidup saya harus bersih,” tegas Seladi.
Kini ia mengelola gudang sampah yang melibatkan anaknya, Rizal Dimas, dan beberapa rekan.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews Tribunjatim.com