TRIBUNJATIM.COM – Sebuah video yang memperlihatkan seorang pria mencubit anak laki-lakinya, viral di media sosial.
Aksinya viral di media sosial setelah videonya diunggah oleh akun Instagram @surabaya.terkini.
Diketahui, pria di Surabaya dalam video tersebut ternyata ayah kandung korban.
Dalam video yang berdurasi 27 detik, terlihat seorang pria berkacamata mengenakan helm hitam dan masker putih tengah menggendong bocah laki-laki.
Pria tersebut tampak mencubit kaki sang anak.
Sedangkan si bocah berusaha memindahkan tangan dan menunjukkan wajah kesakitan.
Atas aksinya, banyak netizen di media sosial yang mengecam tindakan sang ayah.
Sebab tampak di video, pria tersebut tetap mencubit anaknya meski sudah berteriak-teriak, menangis minta ampun.
Kini pria yang merupakan ayah kandung korban tersebut telah menjadi tersangka.
Dia diamankan Satreskrim Polrestabes Surabaya Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) setelah videonya viral.
Kasi Humas Polrestabes, AKP Rina Shanty Nainggolan mengatakan, Polrestabes Surabaya saat itu banyak mendapat pengaduan dari netizen media sosial.
Reskrim langsung melakukan penyelidikan.
Dimulai dari memeriksa CCTV yang ada di sekitar lokasi.
“Dari situ kami runtut sampai ke belakang, ketemulah,” katanya.
Video viral pria cubit anak kecil hingga menangis minta ampun di Surabaya (Istimewa)
AKP Rina Shanty Nainggolan mengatakan, pihaknya telah berhasil menangkap pelaku.
Yakni setelah melakukan penyelidikan melalui rekaman CCTV di sekitar Jalan Jaksa Agung Suprapto, Genteng.
Kejadiannya tersebut tepatnya berada di depan Hotel Leedon, Jalan Jaksa Agung Suprapto, Kecamatan Gubeng, Surabaya.
Terungkap anak kecil tersebut adalah anak dari pelaku pencubitan, usianya baru 3,5 tahun.
“Kita temukan kemarin (Kamis) pukul 07.00 WIB,” kata Rina di markas Polrestabes Surabaya, Sabtu (14/12/2024), dikutip dari Kompas.com.
“Diamankan seorang laki-laki yang ternyata adalah bapak kandungnya (korban) sendiri,” lanjutnya.
Rina tidak mengungkap identitas pelaku yang mencubit kaki bocah tersebut.
Ia hanya menjelaskan alasan tersangka mencubit korban agar anaknya tersebut diam.
Sang ayah mengaku, anaknya hiperaktif.
Setiap menenangkan yaitu dengan cara mencubit.
Sedangkan menurut pihak kepolisian, cara pelaku dalam mendidik sudah lumayan kelewatan.
“Anak ini kalau dari psikologis dibilang hiperaktif, jadi memang dia dicubit.”
“Bapaknya ngaku dicubit hanya untuk mendiamkan anak ini, bukan karena marah atau gimana, enggak,” terang Rina.
Meski demikian, penyidik menilai perbuatan pelaku sudah kelewatan.
“Ini bisa dikatakan tindakan untuk mendisiplinkan anak, cuma kali ini memang bapaknya sudah agak kelewatan.”
“Kalau memar atau apa, nanti kita nunggu hasil visum,” jelasnya.
Ilustrasi penganiayaan bayi (Kompas.com/ERICSSEN)
Oleh sebab itu, ia ditetapkan sebagai tersangka dugaan penganiayaan anak dipersangkakan Pasal 80 ayat 1 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Dia terancam hukuman penjara selama 3 tahun 6 bulan akibat tindakannya tersebut.
“Pasal 80 ancaman hukumannya tiga tahun enam bulan,” sebut Rina.
Sementara itu, sampai sekarang tidak terungkap siapa yang telah merekam video tersebut.
Dari suara video, perekam adalah wanita yang saat itu sedang berada di dalam mobil.
Temuan polisi, saat itu sebenarnya kondisi si perekam sangat memungkinkan menolong korban, yaitu dengan turun dari mobil lalu menegur atau meminta bantuan sekuriti hotel.
Rina pun meminta masyarakat agar belajar dari kasus ini.
Setiap melihat kejadian anak mengalami kekerasan anak jangan hanya sekedar direkam kemudian diviralkan. Sebaiknya juga melakukan tindakan.
“Yang kita minta, kalau ada kejadian (dianggap kekerasan) seperti itu ke anak, jangan hanya sekedar diviralkan,” ucap Rina.
“Kita semua punya tanggung jawab yang sama terhadap anak. Bukan hanya tugas polisi, tapi tugas semua masyarakat. Karena anak itu dilindungi oleh kita semua,” imbuhnya.
“Enggak ada salahnya kita kalau melihat tetangga ataupun melihat siapapun yang menyakiti anak, tegur aja,” jelas Rina.
“Dengan kita menegur, pasti tindakan kekerasan yang lebih parah bisa diantisipasi,” tandasnya.
Nasib pilu serupa juga dialami bocah berusia 12 tahun di Desa Banyusri, Kecamatan Wonosegoro, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, berinisial KM.
Ia menjadi korban kekerasan oleh warga desa, termasuk Ketua RT setempat, Senin (18/11/2024).
Korban dituduh mencuri pakaian dalam dan memicu aksi main hakim sendiri.
Delapan tersangka pun telah ditangkap jajaran Polres Boyolali.
Mereka antara lain AG, SH, FM, MF, WT, MDR, TP dan RM.
“Termasuk Ketua RT sudah kita amankan,” kata Kasat Reskrim Polres Boyolali, Iptu Joko Purwadi, Kamis (12/12/2024).
Insiden bermula pada Senin, 18 November 2024, sekitar pukul 22.00 WIB.
Ketua RT menuduh KM mencuri celana dalam milik salah satu warga.
Tuduhan ini memicu kemarahan belasan warga yang kemudian melakukan penganiayaan terhadapnya.
Ironisnya, penganiayaan dipelopori oleh Ketua RT dan istrinya di rumah salah satu warga.
Ayah korban, Mulyadi, yang sedang merantau di Jakarta, dihubungi Ketua RT pada Minggu, 19 November 2024.
Saat itu Mulyadi diminta pulang untuk menyelesaikan persoalan.
Setelah tiba di rumah, Mulyadi mengajak KM menemui Ketua RT untuk meminta maaf.
Namun bukannya menyelesaikan masalah secara damai, korban malah dipukul oleh Ketua RT dan istrinya.
Ilustrasi kekerasan pada anak (Shutterstock/snob)
Meski ayah KM telah meminta maaf, amarah warga tak terbendung.
Bukannya mendapat perlakuan baik, justru anaknya malah dipukuli massa.
Ketika Mulyadi mencoba melindungi anaknya, ia justru mendapat pukulan dari warga lainnya.
Bocah tersebut dipukuli, bahkan kukunya dicabut dengan tang.
“Dipukul pakai tangan, dipukul pakai ikrak, dipukul pakai teko, lalu paha kanan kiri diinjak.”
“Terus jari tangan, jari kaki dijepit pakai tang,” ungkap kuasa hukum korban.
Ayahnya yang berusaha melindungi hanya bisa pasrah karena ikut mendapat kekerasan.
“Anaknya ditarik dan dipukuli. Ayahnya mau melindungi, malah ditarik dan dipukul juga,” ujar perwakilan keluarga korban, Fahrudin.
Situasi ini memuncak hingga ancaman pembunuhan terhadap Mulyadi dan anaknya.
Penganiayaan brutal menyebabkan KM mengalami luka serius.
Berdasarkan hasil pemeriksaan di RSUD Waras Wiris Andong, KM menderita patah hidung, penyumbatan pembuluh darah, dan lebam di seluruh wajah.
KM pun terpaksa dirujuk ke RS Moewardi Solo untuk perawatan lanjutan karena kondisinya parah.
Ilustrasi penganiayaan (Kompas.com/ERICSSEN)
Akibat kejadian tersebut, korban mengalami trauma dan tidak mau sekolah.
Korban masih membutuhkan pendampingan untuk memulihkan psikisnya.
“Trauma dan tidak mau sekolah,” kata kuasa hukum korban, Erdia Risca dikonfirmasi Kompas.com melalui telepon, Kamis (12/12/2024).k
Erdia mengatakan, keluarga telah melaporkan peristiwa yang dialami korban berinisial KM ke Polres Boyolali.
“Sudah kita laporkan (ke Polres Boyolali),” kata Erdia.
Setelah kasus dilaporkan ke Polres Boyolali, delapan tersangka, termasuk Ketua RT, telah diamankan.
Berdasarkan keterangan polisi, mereka memiliki peran aktif dalam melakukan penganiayaan, baik memukul maupun menendang korban.
Mereka kini ditahan selama 20 hari untuk proses hukum lebih lanjut.